Lanjut ke konten

[EDUKASI] Benarkah OTG tidak menular?

Meluruskan kesimpangsiuran tentang risiko OTG menularkan COVID-19

Pada hari Senin, 8 Juni 2020, dalam konferensi pers, Dr. Maria Van Kerkhove, WHO’s Head of Emerging Diseases and Zoonosis Unit, menyebutkan bahwa penularan dari orang-orang tak bergejala (asymptomatic)  sangat rendah, dan tindakan pemerintah perlu difokuskan untuk mendeteksi dan mengisolasi kasus-kasus positif COVID-19 yang bergejala.

Dalam waktu singkat, pernyataan ini digunakan  untuk membenarkan bahwa keluar tanpa masker itu aman-aman saja, dan tidak perlu menjaga jarak selama tidak bergejala. 

Namun benarkah ini? Bukankah bukti-bukti di masa awal wabah mengindikasikan bahwa virus bisa menyebar bahkan ketika orang-orangnya belum bergejala?

Faktanya, tidak sampai 24 jam setelah pernyataan tersebut dimuat di media, WHO mengadakan konferensi pers lanjutan untuk memberikan klarifikasi, yaitu bahwa:

Masih banyak hal yang belum diketahui tentang virus ini.

Pertama, karena ada kasus-kasus penularan dari orang-orang tanpa gejala. Hal ini diketahui dari hasil pelacakan kontak (contact tracing) dari orang yang positif COVID-19. Yang belum diketahui adalah seberapa tinggi tingkat penularan dari orang tanpa gejala ini. Ada beberapa studi yang mengatakan bahwa penularannya rendah. Di lain pihak, ada studi yang menyimpulkan bahwa 41% dari mereka yang menularkan ternyata tidak bergejala. Selama riset masih belum tuntas, lebih baik tetap berhati-hati. Tetap diam di rumah kecuali ada keperluan penting, selalu jaga jarak plus gunakan masker ketika harus keluar rumah, dan yang terpenting, sering cuci tangan pakai sabun.

Kedua, mereka yang tidak bergejala (OTG) sangat sulit dibedakan dengan mereka yang bergejala ringan (ODP). Banyak studi menyimpulkan bahwa orang yang positif COVID-19 justru paling menular di masa pre-symptomatic, yaitu beberapa hari sebelum gejalanya muncul.

Ilustrasinya seperti ini:

Ada dua orang duduk di kanan dan kiri kita. Dua orang ini sama-sama positif COVID-19: satu asymptomatic (OTG) dan satunya lagi pre-symptomatic.

Dari mana kita tahu mana yang pre-symptomatic (sangat menular) dan mana yang asymptomatic (penularannya mungkin tidak seaktif yang pre-symptomatic)? 

Jawabannya: bahkan dokter tidak bisa membedakan!

Bila dilakukan tes PCR / swab test, dua-duanya sama-sama positif COVID-19.

Bila dilihat orangnya, dua-duanya sama-sama tidak kelihatan sakit, bahkan tidak menunjukkan gejala.

Bedanya baru kelihatan sekian hari kemudian, ketika yang asymptomatic tetap tidak menunjukkan gejala apapun, sementara yang pre-symptomatic mulai menunjukkan gejala yang bervariasi dari ringan sampai berat. Dalam satu contoh di situs kawalCOVID19.id, gejalanya hanya demam ringan dan tenggorokan tidak enak. Orangnya masih bisa beraktivitas normal walaupun demi keamanan, kegiatannya dilakukan dari ruang isolasi. Bila dilihat dari tampilan fisik saja, dia terlihat sebagai orang tanpa gejala, bahkan orangnya sendiri tidak merasa sakit.

Karenanya, orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), apalagi pasien dalam pengawasan (PDP), semuanya perlu dikarantina dan dites. Walaupun hari ini tidak bergejala, belum tentu tetap tidak bergejala besok atau tiga hari lagi … perbedaannya baru terlihat dengan berjalannya waktu dan ketika masa karantina berlangsung.

Tautan terkait: