Lanjut ke konten

Belajar dari Vietnam

Dengan sumber daya terbatas dibandingkan Korea Selatan, Vietnam mampu mengatasi pandemi dengan langkah-langkah cepat dan tepat.

Ruly Achdiat Santabrata's Avatar
Ruly Achdiat SantabrataSeasoned Integration Architect / Data Architect at TIBCO Software, Ltd (tibco.com). Ruly helps many well known companies in complex integration and data projects covering Asia Pacific and Europe. Lives in London, England

Vietnam termasuk salah satu negara yang berhasil mengatasi pandemi SARS pada 2003. Pengalaman berharga itu kemudian digunakan untuk menekan penyebaran virus korona kali ini. 

Dunia memuji Vietnam dalam menangani pandemi COVID-19 karena dinilai efektif dan sangat transparan. Sampai tanggal 31 Maret, ditemukan 207 kasus terkonfirmasi, dengan 57 pasien dinyatakan sembuh dan tanpa satupun meninggal. Kapasitas rumah sakit tetap dijaga di angka yang sanggup untuk dikelola sehingga menghasilkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memberi ketenangan pada warga Vietnam.

Saya menganalisis bagaimana Vietnam memitigasi wabah COVID-19 dalam dua bagian. Setiap aksi mitigasi pemerintah Vietnam saya tempel sebagai anotasi pada grafik COVID-19 dan bisa dilihat pada Gambar 1. Hal ini untuk menunjukkan gambaran efek mitigasi terhadap penambahan jumlah kasus baru.

Gambar 1

Bagian 1

23 Januari: Pemerintah Vietnam pertama kali mengumumkan dua kasus terkonfirmasi COVID-19. Seorang ayah yang berasal dari Wuhan saat itu datang menjenguk anaknya yang sedang bersekolah di Vietnam. Keduanya terdeteksi positif COVID-19.

24 Januari: Pemerintah mengaktifkan Pusat Pencegahan Epidemi Darurat.

24 Januari: Pemerintah melarang penerbangan dari dan ke Wuhan.

25 Januari: Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc mendeklarasikan perang terhadap wabah virus korona tepat pada saat Tahun Baru Imlek, saat 96 juta warga tengah merayakannya ketika itu. 

31 Januari: Tiga warga negara Vietnam yang baru kembali dari Wuhan positif COVID-19.

1 Febuari: Penelusuran kontak berskala besar dimulai. Seluruh warga yang melakukan kontak dengan pasien COVID-19 hingga ke level 2 dan level 3 didata dan diisolasi.

1 Febuari: Pemerintah melarang seluruh penerbangan dari dan ke Tiongkok.

14 Febuari: Penangkapan setiap pelaku penimbun masker dan hand sanitizer yang mengambil keuntungan dilakukan.

14 Febuari: Pemerintah menutup sekolah hingga bulan April.

Vietnam mendeklarasikan keberhasilannya menangani 16 kasus pertama COVID-19. Semua pasien sembuh tanpa ada kematian dan bisa pulang dari rumah sakit.

Bagian 2

Setelah 20 hari tanpa kasus baru COVID-19, Vietnam mengumumkan dua kasus baru pada tanggal 7 Maret, dan 12 kasus baru keesokan harinya. Gelombang wabah COVID-19 di negara Asia Tenggara tak terbendung dan ikut menimpa Vietnam. Babak baru penanganan COVID-19 pun dimulai.

11 Maret: Pemerintah Vietnam meluncurkan dua aplikasi yang dapat diunduh di Google Playstore. Satu aplikasi untuk warga Vietnam dan aplikasi yang lain untuk warga negara asing yang tinggal di Vietnam.

Dua aplikasi ini bertujuan agar setiap warga dapat melaporkan status kesehatannya. Pengguna dapat memberikan informasi pribadi dan kondisi fisik di bagian Deklarasi Kesehatan Umum (Universal Health Declaration) dan kemudian memperbarui informasinya di bagian Penelusuran Kesehatan (Health Tracking). Semua informasi dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk melawan wabah COVID-19. Setiap warga negara asing juga diwajibkan untuk mendeklarasikan kesehatannya. Aplikasi ini terhubung ke basis data kesehatan dari Vietnam Social Security.

13 Maret: Grand Prix Formula-1 yang sedianya digelar pada bulan April ditunda.

14 Maret: Vietnam Military Medicine University bekerja sama dengan Viet A Corporation mulai  memproduksi alat tes home-made. Ekspor pertama dikirim ke Ukraina, Perancis, dan Italia. Negara lain termasuk Kamboja, Nigeria, Polandia, Australia, Jerman, Turki dan Irlandia telah memesan test kit yang sama. Satu paket tes berisi 50 alat tes dan hasilnya dapat diperoleh setelah dua jam. Harga satu paket tes ini setara dengan $17-26. Kota Ho Chi Minh sudah menyiapkan 3.000 paket tes dan siap melakukan tes massal pada akhir bulan Maret.

16 Maret: Jamaah Tabligh Akbar yang berasal dari Vietnam dan baru pulang dari Malaysia terkonfirmasi positif. Akibatnya isolasi diberlakukan. Polisi dan pemerintah daerah melakukan pengecekan ke hampir setiap rumah untuk mendata warga yang baru pulang dari luar negeri. Sementara itu, warga memberi perhatian penuh ke anggota keluarga yang terlihat memiliki gejala COVID-19 atau baru saja kembali dari luar negeri. Hasilnya mereka laporkan ke pemerintah setempat.

21 Maret: Karantina 14 hari diberlakukan bagi warga Vietnam dan warga negara asing yang baru datang dari luar negeri. Sebuah camp khusus militer telah disiapkan untuk hal ini.

22 Maret: Pemerintah memanggil seluruh pekerja medis termasuk mahasiswa kedokteran serta pensiunan dokter dan perawat untuk menjadi garda depan penanganan pasien COVID-19. Pemerintah juga melarang semua pendatang asing masuk Vietnam. 

27 Maret: Pemerintah melarang penyelenggaraan semua acara dan pertemuan yang melibatkan lebih dari 20 orang. Pusat perbelanjaan dan rumah makan ditutup, dan hanya melayani pesan antar. Pemerintah juga menginstruksikan bekerja dari rumah untuk pekerjaan-pekerjaan non-esensial.

Bagian 3

Setelah jumlah kasus terkonfirmasi melewati angka 200, pemerintah Vietnam membuat aturan baru dan memperketat aturan yang ada untuk menekan penyebaran. 

Mulai tanggal 31 Maret:

  1. Diam di rumah. Selama 15 hari ke depan hingga 15 April seluruh warga hanya boleh keluar rumah untuk kebutuhan makan, pengobatan dan pekerjaan yang penting yang disetujui pemerintah
  2. Kerumunan. Sebelumnya kerumunan lebih dari 20 orang dilarang, sekarang diperkecil. Kerumunan lebih dari 2 orang dilarang.
  3. Transportasi Publik. Transportasi publik antar provinsi ditutup dan hanya melayani pengantaran logistik yang penting. Di dalam kota hanya diperbolehkan untuk pengantaran makanan dan logistik yang dibutuhkan warga.
  4. Masker. Seluruh warga diharuskan mengenakan masker jika bepergian.

Vietnam terbukti berhasil memitigasi wabah COVID-19 dengan sumber daya terbatas tetapi dengan kepemimpinan yang serius, tegas, dan gigih. Bukan hanya itu, Vietnam juga melakukan tes kepada 15.637 orang per 20 Maret, yakni ketika jumlah kasus mereka baru 87 kasus. Dengan kata lain, tingkat kasus positif/tes mereka hanya 0,55%, sangat kecil sekali, yang menandai betapa agresifnya mereka dalam melakukan tes, di mana rasionya bahkan lebih baik daripada Singapura (1,4%) dan Korea Selatan (2,5%). 

Vietnam juga fokus melakukan isolasi pasien dan penelusuran warga yang melakukan kontak dengan pasien hingga ke level dua dan tiga. Vietnam melibatkan militer dan kader partai berkuasa dalam skala besar untuk memobilisasi warga agar mengikuti protokol yang ditetapkan pemerintah.

Kesuksesan berikutnya terjadi di bulan Maret saat Vietnam sudah mampu memproduksi perangkat tes yang tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri namun juga untuk diekspor ke negara-negara yang membutuhkan.

Sampai saat ini, laju jumlah pasien terkonfirmasi di Vietnam bertambah dua kali lipat setiap 11 hari. Ini adalah angka yang jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi Indonesia saat ini dengan pola jumlah pasien terkonfirmasi bertambah dua kali lipat setiap 6 hari (lihat Gambar 2).

Gambar 2

“Vietnam adalah masyarakat mobilisasi,” kata Carl Thayer, profesor di University of New South Wales, Canberra.

Semoga ada perubahan bentuk intervensi dari pemerintah Indonesia, yakni dengan mengambil hal-hal yang positif dari Vietnam dan menerapkannya sesuai kondisi masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan mengimpor perangkat tes dari Vietnam sebagai alternatif tes cepat yang dilakukan saat ini, mengajak kader-kader partai besar untuk menjadi garda depan dalam penanganan, memobilisasi warga jika diperlukan, dan sosialisi wabah COVID-19 kepada khalayak yang lebih luas. 

Semoga Tuhan mengampuni kita semua.

Visualisasi untuk resolusi yang lebih baik: https://dl.orangedox.com/MitigasiVietnam-30Mar

Sumber