Belajar dari Singapura: No One is Safe Until Everyone is Safe
Kasus baru COVID-19 di Singapura melonjak di bulan April 2020, jumlah penambahan kasus harian di Singapura. Apa yang terjadi di Singapura dalam beberapa minggu terakhir?
Pada tanggal 19 April, Singapura kembali menjadi negara di Asia Tenggara dengan jumlah kasus COVID-19 terkonfirmasi yang terbanyak yaitu 6.588 kasus, melampaui Indonesia dengan 6.575 kasus. Per 25 April, Singapura masih menjadi negara di Asia Tenggara dengan jumlah kasus COVID-19 terkonfirmasi yang terbanyak, yaitu dengan 12.693 kasus.
Lonjakan drastis kasus COVID-19 di Singapura sepanjang bulan April sebagian besar disebabkan oleh penularan di banyak asrama pekerja migran di Singapura. Asrama pertama yang terjangkit, S11 di daerah Punggol, mengumumkan kasus pertamanya pada tanggal 30 Maret. Sejak itu, sudah ditemukan lebih dari 80 kluster yang terkait dengan pekerja migran di Singapura, dengan sebagian besar di asrama dan sebagian lainnya di situs konstruksi / tempat kerja pekerja-pekerja migran ini.
Wabah yang parah di asrama-asrama pekerja migran di Singapura sangat kontras dengan apa yang terjadi di komunitas lokal Singapura sendiri dimana kondisinya lebih terkendali. Beberapa indeks yang dapat memberikan bayangan mengenai ketimpangan antara kondisi di komunitas lokal dengan pekerja migran di Singapura (per 25 April):
- Lebih dari 85% kasus COVID-19 di Singapura merupakan pekerja migran.
- Jumlah WN Bangladesh dan India yang terjangkit COVID-19 di Singapura jauh melebihi jumlah kasus WN Singapura itu sendiri, dimana WN Singapura hanya mencakup 10% dari seluruh kasus COVID-19 di Singapura!
- Perbandingan jumlah kasus pekerja migran dengan komunitas lokal di Singapura = 10:1
- Proporsi warga lokal Singapura yang terjangkit COVID-19: 0,024%. Proporsi pekerja migran yang tinggal di dorm di Singapura yang terjangkit COVID-19: 3,26%. Dengan kata lain, jika Anda pekerja migran yang tinggal di dorm di Singapura, resiko Anda terjangkit COVID-19 = 135 kali lipat warga lokal!
Ketimpangan seperti ini disebabkan oleh kondisi asrama pekerja migran di Singapura, yang memang tidak memungkinkan untuk jaga jarak dengan aman. Kebanyakan asrama pekerja migran di Singapura didesain untuk memuat sebanyak mungkin orang dalam ruang yang seminimal mungkin, yaitu 1 orang per 4,5 meter persegi. Satu kamar dalam asrama pekerja migran dapat memuat 12-20 orang. Karena itu, jika ada satu orang saja yang tertular, resiko penularan kepada orang-orang sekamarnya sangat tinggi, dan dari sana ke orang-orang lain yang tinggal di asrama yang sama.
Apa yang dapat kita pelajari dari sini?
Pengalaman Singapura ini mengingatkan kita bahwa dalam wabah ini no one is safe until everyone is safe. Asrama-asrama pekerja migran di Singapura selama ini tidak terlalu diperhatikan dengan baik bahkan setelah mulai ada kasus COVID-19 di Singapura, padahal dari desainnya asrama-asrama ini memiliki resiko yang sangat tinggi, dan akhirnya memang terjadi wabah yang luas di asrama-asrama ini. Fenomena di Singapura ini menggarisbawahi apa yang juga terjadi di berbagai penjuru dunia yang lain bahwa pandemi ini tidak sama rata bagi semua kelas sosial. Hal ini adalah sebuah pelajaran bagi negara-negara lain, terutama di kota-kota besar dengan penduduk yang padat, untuk memperhatikan secara khusus kawasan-kawasan padat di kota-kota tersebut, seperti halnya di Rusunawa-rusunawa yang amat mirip dengan kondisi bangunan asrama pekerja migran di Singapura, dimana physical distancing (jaga jarak) secara praktis tidak mungkin dan berpotensi menginfeksi banyak orang dengan cepat.
Bacaan lebih lanjut: Kirsten Han, “A Perfect Storm for an Outbreak”, 24 April 2020.