Lanjut ke konten

Benarkah Virus Mutasi D614G 10x Lebih Mudah Menginfeksi?

Menanggapi klaim Dr Noor Hisham bahwa virus mutasi D614G 10x lebih menular, KawalCOVID19.id memberikan analisis dan posisi kami terhadap isu ini.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Penulis: Satrio Wicaksono

Pada tanggal 18 Agustus 2020, muncul tajuk bombastis tentang ditemukannya varian virus SARS-COV-2 yang “10 kali lebih menular” di Malaysia. Beritanya kurang lebih seperti ini: “Institut Riset Medis Malaysia mendeteksi mutasi virus tipe D614G pada empat kasus. Datuk Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan bahwa virus ini 10 kali lebih menular dan lebih mudah tersebar melalui kejadian superspreader.”  Namun, beberapa media kemudian mengamplifikasi berita tersebut, bahkan dengan mengutip Dr Noor dalam tajuk yang spektakuler, “New coronavirus strain 10x more infectious, vaccine hopes dashed: Malaysia scientists”, seolah mengindikasikan bahwa dengan adanya varian virus ini, usaha vaksin yang berlangsung saat ini akan percuma. Kami mengajak pembaca untuk melihat permasalahan ini secara sistematis sebelum mengambil kesimpulan.

Apakah mutasi itu?

Saat sel manusia terinfeksi virus, sang virus akan membajak sel tersebut untuk membuat jutaan salinan virus. Dalam proses “pencetakan ulang”, sering kali terjadi “salah cetak” salah satu asam amino dalam urutan nukleotida yang membentuk genom asam ribo-nukleat (RNA) virus. Pada umumnya, kesalahan cetak ini tidak mengubah kode protein yang diikatnya (disebut dengan silent mutation). Namun, ada kalanya kesalahan tersebut mengubah asam amino di urutan genom virus tersebut dan membedakannya dengan urutan genom virus sebelumnya. 

Perubahan asam amino ini tidak selalu mengubah karakteristik virus tersebut. Maka, penelitian di laboratorium atau studi retrospektif perbandingan urutan genom virus perlu dilakukan. Mutasi virus bisa digunakan untuk menentukan lini masa penyebaran virus seperti yang diilustrasikan di artikel New York Times berikut. Semakin kompleks/banyak mutasi virus dibandingkan virus yang pertama kali diisolasi dan diuraikan urutan genom/RNA-nya, semakin baru pula virus tersebut. Prinsip ini digunakan oleh nextstrain.org untuk melacak evolusi/mutasi virus-virus di dunia menggunakan data dari GISAID, salah satunya SARS-CoV-2

Apakah mutasi D614G itu?

Genom SARS-CoV-2 terdiri dari sekitar 29000 nukleotid, yang terbagi ke dalam beberapa bagian (lihat Diagram 1). Lebih dari ⅔ nukleotida (sekitar 21900) membentuk kode 0rf1ab yang membentuk polyprotein orf1ab, sementara sisa ⅓ -nukleotida membentuk bagian-bagian virus seperti protein-protein permukaan (surface, S), envelope (E), membran (M) dan nukleocapsid (N). Selain itu, ada nukleotid yang berhubungan dengan protein-protein pelengkap, seperti ORF3a, ORF6, ORF7a, ORF7b, and ORF8. 

Mutasi D614G terjadi di urutan gen yang mengatur permukaan virus (spike protein). Pada urutan genome ke-614, terjadi perubahan dari asam aspartik (D) menjadi glycine (G). Mutasi ini bukan sesuatu yang baru; nextstrain mencatat mutasi D614G terjadi paling awal pada tanggal 8 Januari 2020. Menurut fungsi timeline nextstrain, mutasi D614G ini pertama kali dilaporkan di negara-negara Amerika Latin (Chile dan Peru), Amerika Tengah (Meksiko), dan Eropa (Finlandia dan Italia). Bila ilustrasi tersebut kita lanjutkan, akan terlihat bahwa setelah bulan Mei mutasi D614G ini mendominasi penyebaran virus SARS-CoV-2 ini (lihat Diagram 3).

Diagram 1. Pembagian Genom virus SARS-COV-2. S = surface/spike, E = envelope, M = membrane, N= Nukleocapsid. (Sumber: The New York Times)

Diagram 2. Titik kuning merupakan negara-negara yang pertama kali mengisolasi mutasi virus D614G (type G) di bulan Januari 2020. (Sumber: https://nextstrain.org/sars-cov-2/)

Diagram 3. Sebaran mutasi D614G (kuning) vs. non-mutasi (hijau) saat artikel ini ditulis (19 Agustus 2020) (Sumber: https://nextstrain.org/sars-cov-2/)

Perlu diingat, data GISAID ini juga tergantung pada sesering apa peneliti di negara tersebut melakukan isolasi virus dan pengurutan RNA virusnya serta melaporkannya ke GISAID. Jadi, meskipun cukup representatif, tentu saja ada bias pada tempat-tempat yang testingnya saja masih terbatas, apalagi pengisolasian virus. Ini terlihat dari ukuran/diameter lingkaran di tiap-tiap negara.

Sekilas tampak bahwa memang D614G memenangkan seleksi alam virus SARS-CoV-2. Penyebabnya bisa saja karena: 1) mutasi ini lebih menular; atau, 2) semenjak awal wabah, karantina dan larangan bepergian bagi orang-orang dari Tiongkok sudah lebih dulu diberlakukan secara global. Faktanya, sekitar 80% sampel SARS-CoV-2 dari Tiongkok didominasi varian yang belum termutasi (tipe D) atau tidak memiliki mutasi D614G. Situasi ini mirip dengan negara-negara Asia Timur dan Tenggara yang berpengalaman menghadapi SARS karena proporsi virus tipe D di sana relatif lebih banyak dibandingkan tipe G (termutasi). 

Sebaliknya, larangan bepergian seperti itu tidak diberlakukan bagi orang-orang dari Italia, misalnya, yang menjadi penggerak wabah di Eropa dan diduga membawa wabah itu ke Amerika Serikat via New York. Proporsi D614G di Amerika mencapai sekitar 75% (Diagram 3), dan ini tampaknya mendukung hipotesa kedua (larangan bepergian dari dan ke Tiongkok) dibandingkan hipotesa pertama (D614G lebih menular). 

Dari mana asal-muasal “10x lebih infectious”? Apakah varian ini lebih mematikan?

Ada dua publikasi utama yang mempelajari mutasi virus D614G. Penelitian pertama dipublikasikan oleh Zhang et al. dari Scripps Research Institute di biorxiv pada 12 Juni 2020 dengan tajuk “The D614G mutation in the SARS-CoV-2 spike protein reduces S1 shedding and increases infectivity”. Namun, hingga saat ini, publikasi ini masih belum melalui proses tilik-sejawat (peer-review). Penelitian ini dilakukan melalui simulasi dan in-vitro (dalam tabung percobaan). Prosesnya secara awam kurang lebih membandingkan protein S dari virus tipe D and tipe G dalam menginfeksi sel yang mengandung reseptor ACE-2 (reseptor di sel tubuh manusia yang menjadi jalan masuknya virus SARS-CoV-2).  Penanda fluorescent ditambahkan pada virus-virus tersebut sehingga berapa banyak virus tersebut bisa menginfeksi sel yang mengandung reseptor ACE2 dapat diukur secara fisik lewat cahaya yang dihasilkan dari proses fluorescent tersebut. Dari sinilah muncul kesimpulan, “We observed PVG614 (virus tipe G) infected hACE2-293T cells (sel-sel yang mengandung ACE-2) with approximately 9-fold higher efficiency than did PVD614 (virus tipe D)”.  

Publikasi kedua yang sering dikutip terkait mutasi virus D614G adalah Korber et al. yang diterbitkan online di Jurnal Cell pada 3 Juli 2020 setelah melalui proses tilik-sejawat. Penelitian ini lebih komprehensif, menggunakan beberapa analisa statistik data-data GISAID mengenai perubahan distribusi virus tipe D dan tipe G di berbagai pelosok di dunia, tapi hanya membandingkan data GISAID antara sebelum Maret 2020 dan 10 hari di bulan Maret (21 – 30, 11 – 20 di grafik lain).  Korber sendiri mengemukakan mutasi tipe G awalnya langka namun menjadi dominan di Eropa. Kemudian, Korber membandingkan sample PCR dari kasus-kasus di Sheffield, Inggris dan menemukan asosiasi antara nilai Ct (cycle threshold) PCR yang rendah (atau viral load yang lebih tinggi) dengan mutasi tipe G, dengan nilai p = 0.037. (p<0.05 berarti perbedaan tersebut signifikan secara statistik). Namun, pada saat yang sama, tidak ditemukan perbedaan tingkat rawat inap dan keparahan penyakit antara tipe G dan tipe D (nilai p = 0.66).  Perlu dicatat bahwa “asosiasi” tidak selalu berarti “sebab-akibat”. Inilah kelemahan metoda seperti in-vitro dan analisis retrospektif.

Korber juga melakukan perbandingan penularan dengan metoda in-vitro, mirip dengan yang dilakukan di Scripps Institute, yaitu menginfeksikan virus tipe D dan tipe G pada sel yang mengandung ACE2. Perbedaannya, Korber et al. menggunakan tiga sel yang berbeda dan setiap percobaan dilakukan pengulangan dua kali, dengan tiga replika tiap pengulangan. Korber melaporkan infektivitas virus tipe G yang lebih tinggi berkisar 2.6-9.3x lipat namun secara rata-rata hanya sekitar 3x lipat dari virus tipe D.

Di sini dapat disimpulkan bahwa ungkapan “10x lebih menular” itu berasal dari studi in-vitro dari publikasi pertama oleh Zhang et al. yang belum ditilik-sejawat. Sementara itu, dalam penelitian yang sudah melewati proses tilik-sejawat dan percobaannya lebih menyeluruh dan dilakukan berulang, angka yang diperoleh jauh lebih konservatif, antara 3-9 dengan rata-rata sekitar 3x lipat. Kedua publikasi ini juga mencantumkan batasan-batasan dari klaimnya, yang kemudian diulas di artikel New York Times dengan pendapat-pendapat ahli lainnya.

Mengapa Dr Noor Hisham berkata demikian?

Latar belakang varian D614G di Malaysia adalah satu klaster Sivagangga, yang disebarkan oleh seorang pemilik restoran (Diagram 4) yang melanggar aturan karantina sepulang dari India. Ada dua kemungkinan di balik kerancuan ini. Pertama, superspreader (yang menurut berita di atas sudah dihukum denda dan lima bulan penjara) mungkin menyebabkan kluster ini. Kedua, penyebaran bisa saja terjadi karena perbedaan varian dari yang selama ini sudah beredar di Malaysia. Maka, ucapan Dr Noor Hisham wajar karena motifnya menggarisbawahi varian D614G yang baru masuk ke Malaysia, seiring dengan kejadian superspreader Sivagangga tersebut. 

Di Asia Tengah, infeksi COVID-19 didominasi oleh virus mutasi D614G (lihat Diagram 3). Sementara itu, di Asia Tenggara, termasuk Malaysia, varian virus ini belum menyebar secara luas, kecuali Korea Selatan dengan tesnya yang masif. Bahkan klaster asrama pekerja kasar di Singapura yang mayoritas berasal dari Asia Tengah pun masih didominasi virus tipe D. Studi dari Korber dan koleganya tidak mengulas hal ini secara rinci. Namun, Tabel 3 dalam hasil studi tersebut memberikan analisis data di negara-negara Asia Timur dan Tenggara, Tiongkok, Thailand, dan Hong Kong yang menunjukkan perbedaan antara virus tipe D dan tipe yang tidak sedominan di Eropa. 

Penyebabnya bisa beberapa hal. Pertama, negara-negara tersebut merespons COVID-19 dengan sangat baik. Selama 10 hari melakukan sampling di bulan Maret, jumlah kasus yang ditemukan sangat sedikit atau hampir tidak ada. Kedua, mereka bergerak cepat membatasi kedatangan wisatawan dari tempat-tempat sumber penyebaran virus tipe G, termasuk Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga, dengan pengalaman menanggulangi SARS and MERS, negara-negara tersebut lebih mudah mendorong rakyatnya mengenakan masker, terlepas dari polemik masker WHO. Ini adalah faktor yang kemungkinan mencegah penularan meskipun viral load virus tipe G lebih besar. 

Diagram 4. Klaster Sivagangga di Kedah (Sumber: MalayMail)

Diagram 5. Perbandingan antara D614G (tipe G, kuning) vs tipe-D (hijau) di Benua Asia, Afrika, Australia dan Eropa saat artikel ini ditulis (Agustus 2020) (https://nextstrain.org/sars-cov-2/)

Apakah mutasi ini berarti usaha pembuatan vaksin sia-sia?

Saat mempertanyakan efektivitas vaksin, Dr Noor Hisham menyatakan beberapa klaim yang belum didukung bukti kausal. Untuk itulah, para ahli menanggapi, termasuk Prof Gavin Smith dari Prodi Penyakit Menular Berkembang Duke-NUS Singapore. Menurut Prof Smith: 1) Pernyataan Dr Noor Hisham didasarkan pada studi in-vitro yang hasilnya hanya bisa dijadikan dugaan untuk studi selanjutnya untuk membuktikan apakah D614G benar-benar lebih mudah ditularkan; 2) perilaku orang yang mengidap virusnya lebih berpengaruh apapun varian virusnya (mengenakan masker atau tidak, jaga jarak atau tidak, event superspreader, dsb.). Dalam kejadian superspreader di Singapura dan Tiongkok, misalnya, mayoritas sampel GISAID-nya adalah virus tipe-D; dan, 3) terkait vaksin, protein spike (S) memiliki bagian “kepala” dan “batang” (Diagram 1), dan mutasi D614G terjadi di “batang”, sementara vaksin akan bekerja membangkitkan antibodi tubuh yang berinteraksi dengan bagian “kepala” dari spike protein. 

Beberapa penelitian (preprint – belum ditilik-sejawat) lanjutan bahkan mengemukakan mutasi D614G ini tidak akan menghambat vaksin, bahkan meningkatkan kemungkinan netralisasi. Penelitian lain menemukan mutasi D614G memiliki reaksi serologi/antibodi (Igg Igm IgA yang digunakan di rapid test) yang serupa dengan virus SARS-CoV-2 tanpa mutasi. Bukti paling kuatnya adalah vaksin buatan Moderna (saat ini sedang dalam uji klinis Phase III) uji in-vivo pada mencit yang dapat menyebabkan reaksi imunitas/netralisasi baik pada virus tipe D maupun tipe mutasi D614G

Penutup

Kami ingin mengingatkan bahwa mutasi D614G dari virus SARS-CoV-2 adalah sesuatu yang wajar dan tidak perlu disikapi berlebihan. Tetap waspada, gunakan masker, dan patuhi protokol kebersihan dan jaga-jarak sosial. Perilaku superspreader tidak pandang bulu soal jenis virus atau siapa yang ditularkan. Kita semua bertanggung jawab memotong rantai penularan agar tidak sampai ke orang-orang dalam demografi rentan atau dengan komorbid yang kita cintai. 

*Terima kasih sebesar-besarnya pada Mas Sahal Sabili Muttaqin atas masukan dan diskusinya selama proses penulisan artikel ini.