Lanjut ke konten

Cerita COVID-19: ART Positif Meski Berkegiatan di Sekitar Rumah Saja

Asisten rumah tangga (ART) penulis positif COVID-19 meski tinggal di rumah saja dan hanya keluar untuk keperluan tertentu. Sementara itu, ART lainnya meninggal dunia dua hari sejak gejala awal muncul. Pengalaman ini adalah contoh bagaimana rumah bisa menjadi klaster penyebaran.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Penulis: Shadrina Bulan

Di rumah, keluarga saya mempekerjakan dua orang asisten rumah tangga (ART), yang kami panggil ‘mbak’ dan ‘bibi’. Dari awal pandemi COVID-19, keduanya tidak pernah pulang kampung ataupun bepergian jauh. Sehari-hari mereka berada di dalam rumah dan, setahu saya, keluar hanya untuk menerima paket, buang sampah, dan belanja ke tukang sayur.

Kasus si ‘mbak’

Salah seorang ART kami, si mbak, jatuh sakit dengan diagnosa awal tifoid. Saya mengantarnya ke beberapa rumah sakit tapi ia masuk waiting list karena RS di mana-mana penuh. Selain itu, si mbak harus sudah punya hasil swab. Si mbak memang sudah swab tetapi kami menunggu hasilnya dulu selama dua hari. Di salah satu RS, si mbak pun hanya bisa ambil darah dan rontgen paru-paru, yang hasilnya terindikasi COVID-19.

Betapa kagetnya kami saat mengetahui hasil swab tes si mbak yang ternyata positif COVID-19 (Jumat, 4 September 2020). Kami sendiri tidak tahu dari mana ia tertular karena kegiatannya hanya di dalam dan sekitar rumah. Kondisinya semakin parah karena ia memiliki riwayat penyakit jantung.  

Karena sulitnya menemukan RS di dekat rumah kami, si mbak kemudian memutuskan untuk mencari RS di dekat rumahnya. Untungnya ada satu RS yang masih bisa menerima pasien. Saya hanya bisa membantu menyewakan mobil dan membekalinya dengan vitamin C, D, dan E serta madu, teh penambah imun tubuh, surat-surat hasil lab, dan sebagainya. 

Kasus ‘bibi’

Mengetahui bahwa si mbak positif, hari itu juga kami sekeluarga memesan home service swab (karena ada anak kecil dan terlalu riskan jika kami tes di rumah sakit). Kami juga langsung menyemprot disinfektan ke seluruh rumah dan mobil-mobil. 

Namun, masalah rupanya belum selesai. Sehari sebelum petugas swab datang, ART kami yang satu lagi, yang kami panggil ‘bibi’, tiba-tiba demam hingga 39,5oC. Karena bibi susah makan, kami agak kewalahan menyuruhnya makan dan minum obat. Pada Senin, 7 September, petugas home service swab datang dan semua orang di rumah melakukan tes. Saat itu suhu tubuh bibi sudah turun, tapi muncul keluhan dada sakit. Di titik itu kami sudah berpikir kalau bibi mungkin juga positif COVID-19 karena kamarnya bersebelahan dengan si mbak.

Setelah swab, kami berencana membawa bibi ke RS tapi dia menolak. Bibi juga masih tidak mau makan dan minta untuk pulang ke rumahnya saja. Sama seperti si mbak, kami menyewakan mobil untuk mengantar bibi pulang, membantu mencarikan RS di dekat rumahnya, dan membekalinya dengan masker, vitamin, madu, dan obat-obatan. Akan tetapi, saat salat Subuh tanggal 8 September, ibu membangunkan saya dan mengabarkan kalau bibi sudah meninggal dunia. Kami sangat sedih kehilangan sosok sebaik bibi dan cukup terhenyak mengingat jarak antara gejala pertama muncul dan kepergiaannya hanya terpaut dua hari. 

Pelajaran tentang kedisplinan di rumah sendiri

Pada tanggal 9 September, hasil swab kami sekeluarga keluar, dan Alhamdulillah kami semua negatif. Namun, kami masih harus menjalani isolasi mandiri di rumah hingga tes swab yang kedua minggu depan. 

Pengalaman keluarga kami seakan menampar dengan kenyataan bahwa jangan lantas merasa aman dan abai meski kita hanya berkegiatan di sekitar rumah. Dengan siapapun kita berinteraksi tatap muka, mulai dari tukang sayur, penjaja makanan, hingga petugas paket, selalu lakukan 3M (Menjaga jarak minimal 2 meter, Memakai masker dengan benar, dan Mencuci tangan sesering mungkin setelah menyentuh barang) secara bersamaan, jangan hanya pilih salah satunya. 

Untuk teman-teman, terutama yang punya anak kecil, mohon untuk tinggal di rumah saja sebisa mungkin. Kalian juga harus mengedukasi ART di rumah karena kita tidak bisa mengawasi mereka selama 24 jam. Semoga semua selalu sehat dan selalu dilindungi Tuhan sampai pandemi ini selesai.