Lanjut ke konten

Satu Tahun COVID-19 di Indonesia, Waspadai Pandemic Fatigue!

Berbagai adaptasi terhadap kebiasaan baru dan pembatasan yang terjadi selama satu tahun ini telah membuat sebagian besar dari kita merasa kelelahan. Artikel ini akan membahas tentang kelelahan pandemi (pandemic fatigue), dampak yang dapat ditimbulkan, dan kiat yang dapat kita lakukan bersama untuk mengatasinya.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

dr. Zahra Ibadina Silmi, M.M.

Satu tahun pandemi di Indonesia, tidak bisa dipungkiri jika semakin banyak yang mengalami pandemic fatigue. Menurut WHO, pandemic fatigue atau kelelahan akan pandemi adalah kondisi seseorang yang lelah akan ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi, sehingga mulai tidak mematuhi protokol pencegahan penyebaran virus Corona. 

dr. Natalia Widiasih Raharjanti, SpKJ(K) dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam video YouTube bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tanggal 10 Januari 2021 mengatakan bahwa pandemic fatigue adalah suatu respon yang sangat normal, natural dan bisa terjadi pada siapa saja. 

Sementara, juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito, melalui kanal You Tube Sekretariat Presiden pada hari Kamis, 3 Desember 2020 menyampaikan bahwa terdapat penurunan kepatuhan dalam menjalankan protokol kesehatan selama November 2020, termasuk penurunan kedisiplinan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak. Prof. Wiku juga mengatakan bahwa angka kepatuhan masyarakat menggunakan masker sebesar 59,32% dan menjaga jarak sebesar 43,4%. Padahal untuk menurunkan angka kasus COVID-19 dibutuhkan angka kepatuhan sebesar 75% dari populasi penduduk. Beliau juga menyampaikan bahwa dari 512 kabupaten/kota, hanya kurang dari sembilan kabupaten/kota yang patuh menjalankan protokol kesehatan. 

Namun tentunya fatigue bukan faktor satu-satunya yang bisa dijadikan alasan penurunan kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Kita juga harus menyadari bahwa komunikasi publik pemerintah selama ini  sering kali tidak konsisten dan transparan, melakukan tebang pilih terkait penegakan hukum untuk pelanggaran protokol kesehatan, tidak konsisten dalam metode pengambilan data/survey di lapangan yang k ditambah maraknya peredaran hoaks, hal-hal ini juga berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat. . 

dPada dasarnya, pandemic fatigue timbul karena adanya pembatasan wilayah dan ruang gerak serta keharusan beradaptasi terhadap kebiasaan baru, seperti bekerja dari rumah, pembelajaran jarak jauh, menurunnya kondisi ekonomi, dan masih banyak lagi. Gambar yang dikutip dari WHO di bawah ini menerangkan dengan jelas bagaimana pelaksanaan protokol kesehatan saling berpengaruh dengan kesempatan, kapabilitas, dan motivasi. 

Terdapat tiga faktor yang mendukung seseorang menjalani protokol kesehatan di mana faktor ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya :

  1. Kesempatan secara fisik dan sosial (kultur, norma, nilai-nilai yang berlaku, harapan di lingkungan dan sikap orang di sekitar, hak dan peraturan yang berlaku, dukungan sekolah dan lingkungan kerja, pendapatan, serta akses terhadap sanitasi serta transportasi pribadi)
  2. Kemampuan individu secara fisik dan psikologis (kepercayaan diri, kewaspadaan diri, kemampuan secara mental, literasi atau kemampuan memahami tentang bacaan dan permasalahan di bidang kesehatan)
  3. Motivasi (refleksi diri mengenai pengalaman yang kurang menyenangkan, nilai dan keyakinan diri, emosi, persepsi mengenai risiko, kepuasan, kepercayaan, kebosanan, ketidaknyamanan, dan niat dari dalam diri yang apabila tidak dikelola secara baik dapat menyebabkan kelelahan/fatigue)

Gambar 1. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Protokol Kesehatan

(WHO, 2020).

Dengan atau tanpa masyarakat sadari, Indonesia masih berada pada peringkat satu dengan jumlah kasus aktif COVID-19 tertinggi di ASIA berdasarkan data dari Worldometer (1/2/2021). Padahal, semakin dibiarkannya kelelahan mental akan pandemi ini dan kian longgarnya pelaksanaan protokol kesehatan, maka pandemi ini pun tidak akan kunjung usai, malah justru berpotensi menjadi semakin parah. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah dan individu menyikapi kelelahan pandemi ini dengan lebih bijak. 

Secara ringkas, bagan dari WHO di bawah ini menjelaskan peran pemerintah dalam mengatasi kelelahan pandemi di masyarakat. Terutama dalam hal membuat kebijakan, intervensi, dan komunikasi, pemerintah hendaknya tetap mencoba memahami masyarakat, melibatkan masyarakat sebagai bagian dari solusi, memperkenankan masyarakat kembali menjalani kehidupan dengan menjalankan protokol dan kebiasaan baru untuk mengurangi risiko, mengakui dan mengatasi kesulitan yang dihadapi masyarakat, dan dalam pelaksanaannya menganut prinsip transparansi, keadilan, konsistensi, koordinasi, dan mampu diprediksi. 

 Bagan 1. Peran Pemerintah Dalam Mendukung Masyarakat Taat Protokol Kesehatan, (WHO, 2020)

Bagi masyarakat, berikut adalah kiat yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelelahan pandemi:

  1. Renungkan dan sadari

Berpikir bahwa protokol kesehatan serta pembatasan kegiatan yang diberlakukan selama ini semata-mata untuk kepentingan masyarakat. Ketidakpatuhan kita justru akan membuat pelaksanaannya menjadi semakin diperpanjang karena pandemi tidak kunjung usai. American Medical Association juga mengharapkan masyarakat mengenali dan mengetahui tanda kelelahan pandemi sehingga semakin waspada dan tanggap untuk mengatasinya ketika keluhan mulai muncul. 

  1. Pembatasan fisik bukan berarti pembatasan sosial

Walaupun sudah sulit bertemu tatap muka secara langsung dengan teman, lakukanlah interaksi secara rutin dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Tetap jalin komunikasi dan hubungan baik, sebab sebagai makhluk sosial, kita tetap membutuhkan koneksi dengan orang di sekitar kita.

  1. Bijak dalam mengkonsumsi berita

Bacalah berita dari sumber yang terpercaya, luruskan informasi yang salah dan disinformasi yang beredar, dan ketahui batasan tiap pribadi dalam menerima berita yang negatif dan mengecewakan.

  1. Sleep hygiene

Melakukan sleep hygiene bukan berarti menggosok gigi sebelum tidur atau berganti piyama sebelum tidur, namun membatasi makanan porsi besar, tidak mengkonsumsi kafein sebelum tidur, membiasakan jam bangun dan jam tidur yang teratur, serta menciptakan lingkungan yang nyaman untuk tidur misalnya dengan menyingkirkan perangkat teknologi, serta mengatur suhu dan pencahayaan kamar dengan baik.

  1. Virtual travelling

Walaupun sulit bepergian keluar rumah karena pandemi, ternyata virtual travelling juga mengasyikkan. Kita tetap bisa menjelajahi indahnya tempat wisata melalui internet misalnya dengan menonton melalui YouTube.

  1. Journaling

Coba untuk menulis cerita setiap hari mengenai suasana hati yang dirasakan, situasi yang dihadapi dan reaksi yang timbul. Journaling bisa membantu berkomunikasi dengan diri masing-masing dan merupakan hal yang sangat baik untuk memahami dan mengembangkan pemikiran serta perasaan individu.

  1. Lakukan hal yang menyenangkan

Melakukan hobi atau mencoba hal baru yang menarik di rumah seperti bercocok tanam, membaca buku, menonton film, yoga, memelihara binatang, dan lain-lain.

  1. Mencari pertolongan

Jika kelelahan mulai dirasa mengganggu aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup, gairah hidup mulai menghilang, pola makan dan tidur terganggu, memunculkan keinginan untuk melukai diri sendiri atau menyudahi hidup, maka American Medical Association menghimbau untuk segera mencari pertolongan profesional.

Sumber :

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/335820/WHO-EURO-2020-1160-40906-55390-eng.pdf

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33456661/

https://www.ama-assn.org/delivering-care/public-health/what-doctors-wish-patients-knew-about-pandemic-fatigue