Lanjut ke konten

Ketika Harus Menyampaikan Kabar Buruk

Bagaimana mengkomunikasikan kabar buruk? Artikel ini membahas bagaimana berkomunikasi dengan empati terutama dalam konteks pandemi COVID-19.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Di forum pelatihan komunikasi kadang muncul pertanyaan dari rekan nakes: bagaimana caranya menyampaikan kabar kematian pada keluarga pasien?

Konteksnya COVID-19 di mana kabar duka acapkali bersifat tidak terduga (tidak seperti kematian karena penyakit kanker yang sudah diantisipasi dan bahkan keluarga menemani proses wafat). 

Rekan-rekan nakes tentu berharap keluarga bisa menerima dengan ikhlas dan bukan sebaliknya, tersulut emosinya.

Meresponnya saya suka menggunakan sebagian kerangka Gill Hasson (2019), khususnya dari salah satu sub bab-nya tentang giving bad news. 

Yang pertama, persiapkan diri. Persiapkan apa yang mau disampaikan, kemungkinan reaksi orang, dan bagaimana menanggapinya. Pikirkan tempat yang menjaga privasi saat menyampaikan kabar dan tidak kalah penting, pikirkan keamanan diri Anda.

Terkait keamanan, patuhi protokol komunikasi. Jika  (dari jauh) orang terlihat meluap emosinya dan ada tanda-tanda atau potensi kekerasan, maka kita perlu ditemani petugas keamanan atau bila terlalu riskan, tunda sebentar. Tunggu waktu yang lebih tepat. 

Dalam berkomunikasi, intinya adalah 1) sampaikan langsung dengan sederhana, 2) berikan alasan singkat, 3) sampaikan hal positif, 4) nonverbal yang empatik dan 5) jujur.

Langsung, sederhana dengan alasan singkat. “Ibu Tania, saya bawa kabar duka, Bapak Toto jam 3 tadi meninggal. Virus corona sudah merusak sebagian besar paru-paru bapak.” 

Sampaikan hal positif. Hal positif penting disampaikan agar orang juga memperhatikan hal positif dan tidak melulu pada kemalangannya. “Kami sudah berusaha. Bapak Toto juga kami lihat sudah berusaha keras bertahan, kerjasamanya bagus sekali, dan saya perhatikan jari-jarinya itu Bapak dzikir terus tapi Allah punya keputusan lain.”

Nonverbal yang empatik ditunjukkan dengan suara yang mengandung keprihatinan. Kontak mata  dan tubuh penuh perhatian. Dan, berikan jeda di antara kalimat-kalimat yang kita sampaikan untuk memberi ruang bagi lawan bicara menunjukkan perasaannya dan bagi kita, untuk memperhatikannya.

Jujur. Sampaikan dan jawab apa adanya. Kalau tidak tahu, sampaikan tidak tahu. Kalau tahu, sampaikan dengan bahasa sederhana. Sampaikan pula proses selanjutnya.

Bagaimana bila keluarga tidak terima dan marah-marah?

Tidak perlu defensif. Dengarkan dengan sabar. Akui perasaan orang dengan alasan singkat. “Iya, bu Tania tentu sedih mendengar kabar ini karena ibu sangat menyayangi bapak.”

Sambil itu, perhatikan apakah ada eskalasi ke arah kekerasan. Bila tidak, luangkan waktu sebentar lalu sampaikan langkah selanjutnya lalu pamit. Bila ada tanda-tanpa eskalasi kekerasan, buru-buru mohon diri dan laporkan ke petugas keamanan.

Condet, 5 Mei 2021

Risang Rimbatmaja