Lanjut ke konten

Cara Isolasi Mandiri yang Benar

Tim KawalCOVID-19 berbincang dengan dr. Sayuri Suwandi, SpPD dan dr. Dirga Sakti Rambe, SpPD, untuk menjawab pertanyaan seputar cara isolasi mandiri (isoman) yang benar. Berikut ringkasan dari dua sesi Instagram Live yang bisa dilihat di sini.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Tim KawalCOVID-19 berbincang dengan dr. Sayuri Suwandi, SpPD dan dr. Dirga Sakti Rambe, SpPD, untuk menjawab pertanyaan seputar cara isolasi mandiri (isoman) yang benar. Berikut ringkasan dari dua sesi Instagram Live yang bisa dilihat di sini.

Apa yang harus dilakukan setelah pasien terkonfirmasi positif COVID-19?

Setelah mendapatkan hasil positif COVID-19 dari tes rapid antigen atau RT-PCR, segera berkonsultasi dengan dokter terdekat. Semua dokter wajib mengikuti perkembangan keilmuan tentang COVID-19 selama pandemi, jadi tidak perlu menunggu dokter spesialis tertentu lalu menunda ke dokter.

Perhatikan, jika hasil tes rapid antigen negatif tetapi pasien menunjukkan gejala COVID-19, segera mengkonfirmasi dengan melakukan tes RT-PCR.

Pasien dengan hasil tes positif COVID-19 jangan langsung isoman tanpa berkonsultasi dengan dokter. Dokter lah yang berkompeten memutuskan apakah pasien cukup isoman di rumah, di fasilitas isolasi terpusat, atau perlu dirawat di RS. Dokter juga lah yang berwenang untuk menentukan pemeriksaan lanjutan terhadap pasien COVID-19, antara lain pemeriksaan darah atau foto thorax. 

Konsultasi dokter juga sangat penting agar pengobatan sesuai kondisi, dan mengantisipasi perburukan pada saat isoman. Cukup banyak pasien COVID-19 bergejala ringan yang melakukan isoman tanpa konsultasi dengan dokter lalu kondisi tiba-tiba memburuk, atau kemudian mengalami gejala pneumonia. Ketika kondisi tiba-tiba memburuk, dokter di rumah sakit (RS) akan lebih sulit untuk menangani bila tidak ada catatan atau pengamatan kondisi sejak awal

Setelah dikonfirmasi positif COVID-19 dan konsultasi dokter, apa yang harus dipersiapkan sebelum isoman di rumah? 

  1. Nomor kontak dokter

Selain membekali pasien dengan obat dan vitamin, biasanya dokter akan memberikan nomor kontaknya. Sehingga, pasien mudah berkonsultasi melalui telepon atau WhatsApp, dan kondisi pasien selalu terpantau. Nomor kontak dokter sangat berguna untuk menangkal isu-isu yang sering beredar di group chat. Ketika isoman, akan banyak orang menyarankan berbagai macam hal pada pasien. Sebisa mungkin, konsultasikan hal-hal tersebut kepada dokter, terutama makanan dan minuman yang dikonsumsi. Jangan  terpengaruh dengan hoax.

  1. Alat kesehatan
  1. Termometer. Cek dan catat suhu tubuh sendiri minimal dua kali sehari pada waktu yang sama, laporkan catatan suhu tubuh kepada dokter secara berkala. 
  2. Oximeter, alat untuk memantau kadar saturasi oksigen dalam tubuh. Normalnya, oximeter akan menunjukkan angka di atas 95. Jika oximeter menunjukkan angka 95 atau lebih rendah, segera kontak dokter dan RS. 
  3. Alat kesehatan lain yang disesuaikan dengan komorbid, misalnya pengukur tensi darah atau gula darah. 

Jika tidak memiliki oximeter, kenali tanda-tanda bahaya pada tubuh pasien (emergency warning signs). Beberapa tanda tersebut di antaranya: 

  • Terasa berat saat menarik nafas 
  • Frekuensi tarik nafas lebih dari 20 kali per menit)
  • Dada terasa sakit, dan/atau batuk disertai sesak
  • Demam yang tidak turun setelah mengonsumsi obat turun panas dan obat-obatan lain
  • Bibir dan ujung jari berwarna biru atau ungu. 
  • Tidak bisa makan dan minum
  1. Dukungan keluarga, komunitas dan teman

Jangan takut atau malu untuk memberitahu keluarga, komunitas, dan teman-teman jika terdiagnosis positif COVID-19 dan menjalani isoman. Pasien akan membutuhkan bantuan langsung berupa makanan dan obat-obatan, juga bantuan moril.

  1. Tas berisi kebutuhan darurat

Sebaiknya pasien menyiapkan tas berisi barang-barang kebutuhan darurat jika tiba-tiba harus pergi di RS, antara lain:

  • KTP dan fotokopinya
  • Kartu BPJS dan fotokopinya 
  • Kartu berobat di RS langganan
  • Baju ganti
  • Peralatan yang bisa menemani selama di RS, seperti buku atau gadget

Apa saja obat yang harus dikonsumsi selama isoman?

Dokter akan memberikan obat tergantung kondisi masing-masing pasien. Setiap obat memiliki manfaat serta efek samping. 

Kebutuhan setiap pasien pun berbeda. Jangan beli obat sendiri,  apalagi menyontek obat penyintas COVID-19 orang lain. Jangan pula mengonsumsi obat berdasarkan testimoni. Jangan juga membeli antibiotik tanpa resep dokter. 

Dianjurkan untuk minum vitamin, terutama vitamin C dan D walaupun jangan terus-menerus. Sumber vitamin yang utama tetap dari sayuran dan buah-buahan. 

Bagaimana dengan kebersihan pasien COVID-19 selama isoman?

Penting sekali menjaga kebersihan pasien, terutama dengan memperhatikan dua hal berikut: 

  1. Pencucian baju dan peralatan makan pasien

Jika masih mampu melakukannya, pasien diharapkan mencuci pakaian dan peralatan makan sendiri. Jika tidak mampu melakukannya, perhatikan hal-hal berikut:

  • Orang yang membantu mencucikan baju atau peralatan makan harus selalu menggunakan sarung tangan dan masker
  • Selesai mencuci, segera buang sarung tangan dan cuci tangan dengan sabun.
  • Jangan mengibas cucian baju dan seprei karena droplet akan menyebar. 
  1. Sampah pasien COVID-19

Sampah yang dihasilkan oleh pasien COVID-19 masuk ke dalam kategori sampah medis yang tidak boleh dicampur dengan sampah biasa dan harus dibuang setiap 12-24 jam. 

Untuk itu, penting sekali melaporkan kepada Ketua RT bahwa di lingkungan terdapat pasien COVID-19 yang sedang isoman. Seharusnya, Ketua RT akan melapor ke Kelurahan, yang akan membagikan kantong sampah berwarna kuning untuk menandai sampah medis. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lingkungan RT. 

Jika tidak tersedia kantong plastik sampah berwarna kuning, KawalCOVID19 mengimbau pasien dan keluarga pasien untuk selalu menyemprotkan desinfektan pada kantong sampah sebelum dibuang dan diangkut oleh petugas kebersihan dan menutup rapat kantong sampahnya agar isinya tidak berceceran.

Tidak semua pasien bisa mengungsi ke luar rumah saat isoman. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan ketika harus isoman di ruangan terbatas dan tetap tinggal bersama keluarga?

  1. 3M harus selalu dijalankan

Pasien harus terisolasi, sehingga harus menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Pasien harus selalu menggunakan masker, menjaga jarak, sering mencuci tangan, serta menjaga kebersihan dengan menggunakan desinfektan. 

  1. Pisah tidur

Usahakan tidak tidur bersama (pisah kamar) dengan pasien COVID-19.

  1. Hindari penggunaan AC

Sebisa mungkin hindari penggunaan AC. Selalu membuka jendela jika menggunakan kipas angin. 

  1. Gunakan masker

Jika di dalam satu rumah terdapat lebih dari satu orang pasien COVID-19, selalu gunakan masker walaupun diisolasi di dalam ruangan yang sama, karena kondisi dan ketahanan tubuh pasien berbeda-beda dan kita ingin mencegah penularan ke orang serumah. Gunakan masker ganda (masker medis dan dilapisi masker kain) baik untuk pasien COVID-19 dan anggota keluarga yang sehat.

Lalu, kapan pasien COVID-19 bisa dinyatakan bebas dari isoman?

Menurut WHO dan CDC, virus COVID-19 sudah tidak berkembang biak setelah 10 hari. Jadi, jika pasien COVID-19 sama sekali tidak memiliki gejala, isoman selama 10 hari sudah cukup. Pada hari ke-11, pasien COVID-19 sudah bisa dinyatakan bebas dari isoman.

Tapi jika pada masa isoman muncul gejala, maka waktu isolasi tersebut ditambah 10 hari lagi sejak hari pertama gejala muncul, bukan dihitung sejak pertama kali dikonfirmasi positif COVID-19.

Gambar: Jika pada masa isoman muncul gejala, maka waktu isolasi bertambah 10  hari sejak hari pertama gejala muncul, bukan dihitung sejak dikonfirmasi positif COVID-19.

Bagaimana dengan kontak erat pasien COVID-19? Bagaimana prosedur karantinanya?

Semua orang yang pernah berhubungan dengan pasien COVID-19 dalam kurun waktu 48 jam sebelum tes COVID-19 dilaksanakan merupakan kontak erat. 

Anda disarankan untuk tes PCR COVID-19 minimal tiga (3) hari setelah kontak erat dengan pasien COVID-19, atau minimum lima (5) hari setelah kontak dengan pasien untuk tes swab antigen. 

Kalaupun hasil tes PCR atau antigen negatif, anggota keluarga tetap wajib melakukan karantina di ruangan yang berbeda selama 14 hari, untuk mengantisipasi munculnya gejala. Anggota keluarga tersebut juga jangan mengungsi ke rumah orang lain karena sudah terpapar COVID-19 sehingga berpotensi menularkannya pada orang lain.

Prosedur karantina kontak erat serupa dengan isolasi mandiri pasien COVID-19 walaupun tidak perlu minum obat. 

Setelah Isolasi Mandiri

Setelah isolasi mandiri (isoman) selesai, apa masih harus tes PCR lagi?

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menyatakan bahwa tidak ada keharusan untuk tes PCR ulang bagi pasien COVID-19 ringan-sedang yang telah menyelesaikan isoman. Tetapi, hanya dokter yang bisa memastikan status berat-sedang-ringan dan menentukan perlu tidaknya tes PCR ulang.

Pasien COVID-19 ringan tanpa gejala dapat melakukan isoman selama 10 hari dan bebas pada hari ke-11. Pasien COVID-19 ringan atau sedang bergejala perlu melakukan isoman selama 10 hari, ditambah 3 hari setelah gejala hilang, lalu bebas pada hari ke-14.

Harus diingat juga bahwa ada dokter yang karena memiliki pertimbangan lain mengharuskan pasien COVID-19 untuk melakukan PCR ulang. Jika ada tersebut, disarankan untuk menunggu 14 hari setelah tes pertama.

Ada contoh kasus seperti ini: pasien positif COVID-19 sudah isoman selama 21 hari. Namun, tes PCR ulang masih positif dengan nilai CT yang awalnya 22 menjadi 31. Apakah pasien dapat dikatakan sudah sembuh?

Hanya dokter yang berhak menyatakan pasien sudah sembuh atau belum. Pasien COVID-19 tidak perlu bergantung pada nilai CT yang tertera pada hasil tes. Hasil CT bukan merupakan acuan satu-satunya dan hanya dokter yang memiliki wewenang untuk menentukan pasien COVID-19 bebas dari masa isoman. Karenanya tetap wajib berkonsultasi dengan dokter. 

Long Covid

Pasca sembuh dari COVID-19, hasil PCR sudah negatif tetapi kok masih sering mengalami batuk dan sesak, cepat lelah, pusing, dsb. Mengapa? 

Memang ada kemungkinan pasien mengalami long COVID-19. Artinya walaupun masa isolasi COVID-19 sudah lewat bahkan berbulan-bulan, tetapi masih merasakan berbagai macam gejala hingga kini.

Pasien perlu berkonsultasi ke dokter yang akan memutuskan apakah perlu pemeriksaan lebih lanjut. Cukup wajar bila di dalam tubuh kita masih terdapat radang yang belum sembuh benar. Biasanya dokter akan melakukan penanganan dengan melibatkan berbagai bidang ilmu kedokteran. Sayang sekali belum ada obat yang menyembuhkan, jadi penanganan hanya dapat dilakukan atas gejala yang timbul.

Tapi jangan kecil hati dan tetap semangat. Penyintas bisa bergabung dengan grup Facebook Covid Survivor Indonesia atau Instagram @covidsurvivor.id untuk belajar tentang long COVID.

Apakah setelah sembuh COVID-19 masih bisa tertular lagi?

Orang yang sudah pernah terinfeksi virus COVID-19 sebelumnya, bisa kembali terinfeksi COVID-19 dengan struktur virus yang berbeda. Risiko reinfeksi ini tetap ada, tetapi penelitian menunjukkan kasus reinfeksi ini tidak banyak.

Pesan-pesan untuk pencegahan?

Pada masa pandemi, jangan sungkan untuk menegur orang-orang yang abai protokol. Jangan takut untuk mengingatkan walau dituduh tidak sopan. Hal ini penting untuk melindungi diri kita dan orang terdekat kita.

Update:
– Pengunaan masker ganda (25 Juni 2021)
– Revisi untuk pisah kamar (3 Juli 2021)