Panduan Menyambut Ibadah Idul Adha 2021 :
Simak panduan berikut untuk menyambut ibadah Idul Adha 2021 yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama
Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama, SE. 15 Tahun 2021 tentang panduan pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijjah 1442 H/2021 M. Dalam Surat Edaran tersebut, Kemenag secara prinsip membatasi kegiatan seputar Idul Adha untuk menekan laju penularan virus SARS-COV-2. Namun Kemenag juga mempertimbangkan aspek sosial perayaan Idul Adha, yaitu berbagi rezeki bagi yang membutuhkan, sehingga prinsip fiqh prioritas dalam menjalankan ibadah tetap dijalankan sambil mengedepankan protokol kesehatan.
Kegiatan malam takbiran keliling dilarang, dan bila masjid dan mushola mengadakan takbiran dibatasi hanya boleh dilakukan dengan kapasitas 10% dan wajib melaksanakan protokol kesehatan termasuk memakai masker, mengecek suhu badan, mencuci tangan dengan sabun dan menghindari kerumunan. Panitia disarankan memanfaatkan media virtual/online sesuai kemampuan masjid/mushola yang bersangkutan. Selanjutnya, shalat Hari Raya Idul Adha di lapangan terbuka atau di masjid/mushola yang berlokasi di Zona Merah dan Oranye ditiadakan. Di luar kategori tersebut, keputusan diserahkan kepada pemerintah daerah dan Satgas COVID setempat.
Sayangnya, hingga saat ini, kriteria Zona Merah dan Oranye ditentukan hanya berdasarkan jumlah kasus harian. Padahal kriteria ini sangat rentan dimanipulasi, misalnya dengan cara menekan angka testing. Seharusnya kriteria lain seperti jumlah kasus positif harian yang sangat tinggi, Indonesia baru saja melewati India sebagai episenter Covid dunia dengan lebih dari 50 ribu kasus dalam satu hari. Kriteria lain adalah tingkat kematian yang mencemaskan, Indonesia melewati 1000 kematian Covid dalam sehari pada 11 Juli yang lalu. Kondisi ini lebih layak dijadikan pertimbangan untuk keputusan tidak melaksanakan shalat Eid di lapangan dan takbir di mesjid/mushola. Berbeda dengan Surat Edaran Kemenag, surat edaran PP Muhammadiyah No. 05/EDR/I.0/E/2021 sangat tegas melarang takbir keliling dan sholat Eid di lapangan/masjid dan menganjurkan shalat Eid di rumah masing-masing.
Surat Edaran Kemenag menyebutkan apabila keadaan memungkinkan untuk menjalankan shalat Eid sesuai dengan aturan pemerintah dan Satgas Covid setempat, maka panitia harus membatasi jumlah jemaah hanya sebanyak 50% dari kapasitas tempat, mengukur suhu badan dan harus melakukan pengaturan jarak antara jemaah untuk menghindari kerumunan. Jemaah dianjurkan membawa perlengkapan sholat masing-masing dan mengenakan masker sepanjang sholat khotbah Eid hingga selesainya ibadah dan kembali ke rumah masing-masing. Jemaah juga dianjurkan untuk tidak berkerumun, berjabat tangan dan melakukan kontak fisik. Namun perlu dipertimbangkan juga bahwa pada praktiknya, penegakkan aturan kapasitas dan protokol kesehatan sering sekali tidak tegas, bahkan cenderung berlawanan dengan kaidah ilmiah. Untuk itu, pertimbangan menjaga diri dan keluarga masing-masing, apalagi khusus bagi jemaah yang rentan dan memiliki komorbid, lanjut usia atau dalam kondisi kurang sehat, baru sembuh dari sakit atau baru pulang dari perjalanan, untuk tidak melakukan sholat Eid di lapangan terbuka atau di masjid/mushola dan melaksanakannya di rumah saja sesuai anjuran PP. Muhammadiyah.
Pelaksanaan Kurban
Kemenag menyarankan untuk memanfaatkan tiga hari tasyrik, yaitu 11, 12, 13 Zulhijah untuk pemotongan kurban. Namun disayangkan bahwa anjuran pelaksanaan kurban Kemenag disertai anjuran ahli qurban untuk menghadiri pemotongan hewan, walaupun pemotongan hewan dibatasi hanya dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia (RPH-R) dengan memperhatikan protokol kesehatan. Namun, hal ini sangat beresiko karena meningkatkan pergerakan, membentuk kerumunan dan rawan pelanggaran protokol.
PP Muhammadiyah juga menyarankan untuk meminimalkan pemotongan dan pendistribusian daging kurban karena berpotensi membentuk kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan. PP Muhammadiyah menganjurkan untuk memprioritaskan bersedekah/berkurban dalam bentuk uang yang dapat disalurkan melalui Lazismu atau bersedekah dalam bentuk makanan daging kaleng.
Pendekatan sosio-kultural dan keagamaan serta ketegasan dari pemuka agama merupakan faktor yang sangat penting dalam pencegahan pandemi. Di tengah maraknya klaster berbasis pesantren dan meninggalnya ratusan kyai dan ulama, tentunya keseragaman pesan dan tindakan dalam menyikapi wabah ini dapat membantu usaha bersama melewati pandemi ini dengan lebih baik.