Hampir 700 WNI hadiri acara di pusat penyebaran COVID-19: Apa respon pemerintah?
Dampak adanya acara besar terhadap penyebaran COVID-19
Beberapa kali relawan KawalCOVID19 menyampaikan apresiasi kami kepada PBNU karena menunda Munas sehubungan dengan wabah COVID19. Tapi orang jadi bertanya, apa sih signifikansinya kalau batal? Toh perjalanannya di Indonesia, bukan ke luar negeri?
Jawabannya berdasar dari data: sudah banyak kasus dimana perhelatan besar menjadi pusat penyebaran COVID-19 (lihat Superspreader).
Contoh:
- Kebaktian sekte Shincheonji di Daegu, Korea Selatan yang menyebabkan ledakan kasus sampai 7000 lebih, dimana superspreader-nya adalah seorang ibu setengah baya yang tidak punya catatan perjalanan ke luar negeri.
- Qom, Iran yang adalah kota ziarah juga menjadi sumber penyebaran di Iran, bahkan sudah menjadi pengekspor COVID-19 ke Canada, Lebanon, Irak, UAE, Kuwait, Estonia, Georgia. Belarus, Swedia sampai Selandia Baru.
Namun rupanya tidak semua pihak belajar dari pengalaman Iran dan Korea Selatan. Tanggal 28 Februari – 1 Maret kemarin, Malaysia mengadakan tabligh akbar yang dihadiri 10.000 orang. Sekitar 1.500 peserta datang dari negara-negara tetangga seperti Indonesia (hampir 700 orang), Brunei (sekitar 90 orang), Singapura (95 orang).
Perhelatan ini lalu menularkan virus SARS nCoV2 (atau penyakit COVID-19) ke beberapa pesertanya. Yang sudah terdeteksi:
- Brunei: Pasien #1, #2, #7, #8 dan #9 adalah peserta acara tersebut. Lima pasien ini sudah menularkan COVID-19 ke beberapa anggota keluarga dan teman, sehingga total kasus di Brunei sudah mencapai 40 per 14 Maret 2020, semuanya terkait dengan acara ini.
- Singapura: dua WN Singapura (Pasien #183, #185) yang menghadiri acara di Malaysia sudah positif COVID-19. Untuk mengantisipasi penularan lebih lanjut, pemerintah Singapura telah mendata 82 warganya yang menghadiri acara tersebut dan akan mengetes semuanya tidak peduli apakah mereka menunjukkan gejala. Semua masjid di Singapura membatalkan sholat Jumat minggu lalu dan menutup masjid selama 5 hari untuk disinfeksi.
- Malaysia: sudah terdeteksi 190 kasus positif COVID-19 baru, semuanya di antara para peserta. Pemerintah masih mendata ribuan warganya yang hadir di acara tersebut dengan maksud mengetes semuanya. Pemerintah juga sudah meminta agar khotbah sholat Jumat diperpendek dan mereka yang tidak fit tidak perlu datang sholat berjamaah
Bagaimana dengan Indonesia?
Ada hampir 700 WNI yang hadir di acara itu. KBRI Indonesia di Malaysia sudah mengeluarkan pengumuman agar WNI di Malaysia yang hadir di sana melaporkan diri agar dites.
Pemprov Jawa Barat melakukan pelacakan warganya yang mengikuti tabligh tersebut, diikuti pemda Sumatera Utara melacak 350 orang warga yang diketahui menghadiri acara tersebut.
Gubernur Banten sudah mengumumkan bahwa 3 dari 4 kasus COVID-19 di Banten adalah orang yang baru kembali dari Malaysia. Tidak dijelaskan spesifik apakah ketiga orang ini hadir di acara di Malaysia, tapi waktu dari pengumuman tersebut konsisten dengan masa inkubasi COVID-19. Karena itu, penting bagi pemerintah untuk membuka data pusat-pusat penularan ke publik.
Jumlah 700 orang bukan angka yang kecil. Bila mereka berasal dari berbagai propinsi, pendataan dan pengetesan mereka akan jauh lebih rumit. Tapi dari pengalaman Malaysia, Singapura dan Brunei, probabilitas bahwa ada dari para peserta yang membawa COVID-19 kembali ke Indonesia itu tinggi.
Apa yang bisa pemerintah lakukan?
Pertama: koordinasi ke semua Dinkes untuk bersiap melakukan tes terhadap 700 orang ini. Koordinasi dengan Imigrasi siapa saja orang-orang Indonesia yang kembali dari Malaysia antara tanggal 1-5 Maret 2020. Hubungi satu-persatu untuk menelusuri apakah mereka mengunjungi Petaling Jaya. Bila ya, tes tanpa melihat gejala, sama seperti 188 ABK World Dream atau 69 ABK Diamond Princess yang semuanya dites tanpa terkecuali.
Kedua: umumkan ke media agar mereka melapor ke Dinkes, atau minta anggota keluarga mereka untuk melaporkan demi mencegah penularan di rumah. Umumkan bahwa mereka bisa dites secara gratis dan rahasia. Sampaikan pula bahwa mereka adalah korban COVID-19, bukan penyebab. Cegah stigmatisasi.
Testing yang luas adalah kunci. Membatalkan acara-acara besar juga kunci. Mencegah meluasnya penularan di berbagai daerah di Indonesia sangat penting saat ini. Ketidaktahuan masyarakat tentang bagaimana respon pemerintah terhadap kasus ini bisa semakin memicu kepanikan dan menurunkan kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah menangani wabah COVID-19.