Wuhan, Virus Korona, dan Kewaspadaan Kita
Bagaimana Cina meningkatkan kewaspadaan terhadap virus korona yang mewabah
Jakarta – Sejak awal Januari, kota Wuhan mulai waspada virus korona. Operator seluler mulai bergiat mengirimkan pesan berupa imbauan untuk menjaga kebersihan, menjauhi keramaian, dan menghindari kontak dengan hewan liar kepada penggunanya, hampir setiap hari tanpa jeda.
Sudah lazim, pemerintah China melalui operator seluler selalu mengingatkan warganya terkait isu-isu keamanan dan keselamatan. Seperti kasus penipuan, perubahan cuaca ekstrem, bencana, dan air quality index, menjadi langganan untuk selalu diperingatkan dengan pesan singkat oleh operator seluler yang biasa disebut SMS blast.
Kali ini terkait virus korona, Pemerintah China lebih dari perlu untuk memperingati warganya setiap hari. Handphone dianggap sebagai media yang paling mudah untuk menyampaikan pesan dan dibaca oleh penggunanya.
Tidak hanya itu, Pemerintah China juga gencar mengkampanyekan gerakan preventif virus korona, yang waktu itu masih belum resmi disebut sebagai COVID-19, melalui akun-akun official mereka di media sosial seperti Wechat, Weibo dan juga Tik Tok, yang dalam bahasa China dikenal dengan Douyin.
Semua elemen siaga satu melawan virus korona. Termasuk hoax-hoax yang bertebaran di media. Akun-akun yang terbukti menyebarkan rumor dan hoax terkait virus korona ditindak secara cepat dan tegas tanpa kompromi, suspend akun dan diinvestigasi adalah konsekuensinya.
Polisi komplek perumahan juga ikut sibuk mondar-mandir keliling perumahan. Mengetok pintu setiap rumah untuk mengecek kesehatan penghuninya dan berpesan bila merasakan gejala COVID-19 agar segera ke rumah sakit untuk memeriksakannya.
Tak hanya itu, lewat pengeras suara di komplek-komplek perumahan. Pemerintah setiap hari dan sepanjang hari tanpa henti menyampaikan himbauan. Semua level Pemerintahan satu kata dalam menyampaikan imbauan yang sama. Tak peduli warganya sudah hafal di luar kepala, karena mencegah lebih baik daripada mengobati.
Pemerintah China secara aktif dan proaktif mendeteksi virus korona mulai dari level desa. Mendatangi pemukiman-pemukiman warga yang bergejala dan menggratiskan uji laboratorium bagi mereka yang tidak ter-cover asuransi.
Kampus-kampus di China mengontrol kesehatan mahasiswanya dengan ketat. Menginformasikan update segala hal yang relevan lewat email dan aplikasi Wechat. Membagikan termometer, sabun cuci tangan, dan masker secara cuma-cuma. Dan mewajibkan mahasiswa di asrama setiap hari melaporkan suhu badan dalam sebuah aplikasi yang telah disediakan.
Petugas kebersihan terlihat tanpa libur, hilir mudik membersihkan lingkungan perumahan dan jalan-jalan. Formulir check list petugas penyemprotan disinfektan mulai tertempel di ruang-ruang publik, seperti lift, lorong-lorong, dan basement perumahan.
Bandara-bandara di China mulai memperketat pemeriksaan kesehatan. Mengisi form kesehatan ketika screening adalah kewajiban. Pemeriksaan suhu badan tidak hanya sekali dilakukan, tapi berkali-kali hingga penumpang diizinkan naik pesawat. Petugas ber-APD terlihat berlalu-lalang di bandara, sekalipun petugas kebersihan. Ini juga berlaku bagi warga asing yang akan keluar Wuhan karena dievakuasi oleh negaranya. Pemeriksaan ketat dilakukan, hanya yang dalam kondisi benar-benar sehat yang diperbolehkan keluar Wuhan dievakuasi.
Kepanikan sempat terjadi di Wuhan di hari pertama kota Wuhan di-lockdown tanggal 23 Januari 2020, tapi tidak sepenuhnya karena virus korona. Adalah Tahun Baru Imlek yang jatuh dua hari kemudian menjadi faktor warga melakukan panic buying. Disebabkan toko-toko akan tutup karena libur “Lebaran.” Tapi tidak di hari-hari kemudian. Semua kembali normal tanpa kepanikan berlebihan.
Lockdown yang dilakukan pemerintah China adalah menutup semua akses transportasi massal dari kota, menuju kota, dan di dalam kota Wuhan, baik transportasi darat, laut, dan udara. Namun bukan berarti warga Wuhan dilarang keluar rumah secara total, hanya diimbau untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan karena himbauan itu mereka lebih memilih tinggal di dalam rumah. Keputusan otoritas setempat untuk me-lockdown kota Wuhan adalah disebabkan jumlah penderita COVID-19 meningkat secara drastis dalam hitungan hari.
Me-lockdown kota Wuhan adalah keputusan cepat dan tepat Pemerintah China untuk membatasi penyebaran virus korona. Mengingat akan terjadinya aktivitas mudik besar-besaran di China menjelang tahun baru Imlek yang jatuh dua hari kemudian. 11 juta penduduk Wuhan rela berkorban demi tidak menyebarnya virus korona ke berbagai tempat secara signifikan.
Kebijakan tersebut bisa dengan mudah diambil oleh Pemerintah China tak lepas dari sistem sosialisme berkarakteristik China yang dianutnya, sehingga dapat memobilisasi aparat terkait dan warga China untuk bersatu padu mengontrol penyebaran wabah virus korona.
Virus korona Menginfeksi Indonesia
Senin (2/4), Presiden Jokowi mengumumkan dua WNI positif COVID-19 setelah sekian lama tidak ditemukan penderitanya. Sontak jagad media sibuk memberitakannya hampir tanpa jeda. Bahkan ada yang berlebihan meliput langsung dari rumah pasien yang seharusnya dijauhi dan dijaga privasinya.
Di Indonesia, sebagian media gagal mengedukasi dalam pemberitaan virus korona. Bukannya mengajak untuk tetap waspada, malahan justru menakut-nakuti warga. Misalnya, penggunaan masker gas saat liputan oleh salah satu jurnalis TV Nasional di depan rumah pasien COVID-19, dianggap amat sangat berlebihan. Media tersebut gagal mengedukasi warga dalam pemberitaan virus korona.
Pertama, penggunaan masker yang tidak tepat guna. Karena sebagaimana imbauan Kemenkes dan WHO, penggunaan masker dianjurkan bagi yang sedang sakit, serta cukup menggunakan masker N-95 atau masker bedah saja.
Kedua, liputan di depan rumah pasien COVID-19 mencerminkan tidak menghormati hak-hak privasi korban yang jelas dilindungi oleh Undang-Undang. Apalagi sampai mempublikasikan identitas korban beserta foto-fotonya
Selain itu, pemilihan diksi judul liputan yang mendramatisir keadaan dengan tujuan menaikkan rating justru menimbulkan kepanikan berlebihan. Kepanikan warga terlihat jelas dari aktivitas panic buying yang dilakukan oleh sebagian warga karena ketakutan adanya penutupan kota sebagaimana Wuhan. Tak pelak, masker dan hand sanitizer menjadi barang langka, dan harganya melonjak di atas logika.
Saatnya semua menyatukan pandangan, tetap waspada menghadapi virus korona, tapi tidak perlu panik hingga kehilangan logika. Membiasakan pola hidup sehat, menjaga kebersihan, dan berpikir positif adalah kunci utama agar imunitas selalu terjaga, untuk bersama melawan virus korona yang sudah masuk ke medan perang kita. Upaya pemerintah melawan virus korona tidaklah cukup tanpa kesadaran bersama.
Salam Sehat Indonesia.
Ditulis oleh: Hilyatu Millati Rusdiyah, mahasiswa PhD Administrasi Bisnis Chongqing University yang tinggal beberapa tahun di Wuhan dan menjadi salah satu WNI yang dievakuasi dari Wuhan oleh Pemerintah RI.
Sumber