Lanjut ke konten

Bagaimana Virus Corona Menyerang Tubuh?

Bagaimana SARS-CoV-2 menginfeksi dan menyerang tubuh, dan apa dampaknya pada tubuh selain paru-paru.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Disadur dari artikel di New York Times: “What Does the Coronavirus Do to the Body?

Ini adalah apa yang terbaru ditemukan oleh ilmuwan terkait bagaimana koronavirus, yakni SARS-CoV-2 menginfeksi dan menyerang tubuh, dan apa dampaknya pada tubuh selain paru-paru.

Gejala virus ini, yakni demam, batuk, sesak nafas, bisa merupakan tanda dari berbagai penyakit, mulai dari flu, infeksi tenggorokan sampai dengan selesma. Namun ahli dan periset telah mendapatkan lebih banyak informasi tentang bagaimana infeksi virus ini berkembang, selain daripada hal-hal yang masih harus diteliti lebih lanjut.

Bagaimana virus ini menginfeksi orang?

Virus menyebar melalui tetesan air liur yang muncrat dari mulut orang akibat batuk atau bersin, yang kemudian masuk ke tubuh orang yang berada di dekatnya melalui mulut, hidung dan mata.  Virus kemudian masuk ke jalur pernafasan dan membran mukus di bagian belakang tenggorokan, menempel pada sebuah reseptor di dalam sel, dan mulai berkembang di sana. 

Virus ini mempunyai protein dengan ujung tajam yang membuat virus bisa menempel ke membran sel, dan dari situ, materi genetis virus masuk ke sel tubuh manusia. Materi genetis tersebut kemudian membajak metabolisme sel dan membuat sel tidak lagi berkembang untuk kesehatan tubuh melainkan untuk memperbanyak virusnya.

Bagaimana proses ini menyebabkan masalah pernafasan?

Saat virus ini berkembang, mereka mulai menginfeksi sel-sel di sekitarnya. Gejalanya biasanya mulai terasa di belakang tenggorokan, berupa rasa nyeri tenggorokan dan batuk kering. Lalu virus dengan cepat merambat masuk ke saluran pangkal paru-paru, hingga masuk ke paru-paru. Proses ini merusak jaringan pada paru-paru, membuat jaringan ini membengkak, sehingga lebih sulit bagi paru-paru untuk memasok oksigen dan menyalurkan keluar karbondioksida. Pembengkakan pada jaringan paru dan kurangnya oksigen dalam darah membuat jaringan tersebut terisi dengan cairan, nanah dan sel yang mati. Pneumonia, radang paru-paru, bisa muncul. Ini bisa membuat pasien mengalami kesulitan bernafas sehingga butuh alat bantu pernafasan (ventilator). Dalam beberapa kasus, terjadi yang disebut Sindrom Kesulitan Pernafasan Akut (Acute Respiratory Distress Syndrome), sehingga bahkan dengan ventilator pun, pasien bisa meninggal karena kesulitan pernafasan.

Bagaimana pergerakan virus di paru-paru?

Virus sepertinya mulai bergerak dari wilayah pinggiran kedua belah paru-paru, dan mungkin butuh waktu untuk naik ke saluran pernafasan atas, trakea dan pusat pernafasan lainnya.  Pola ini membantu menjelaskan kenapa di Wuhan, banyak kasus yang tidak bisa diidentifikasi pada awalnya.

Proses pengetesan awal di berbagai RS di Tiongkok tidak selalu bisa mendeteksi infeksi di sisi luar paru-paru, sehingga biasanya orang yang menunjukan gejala disuruh pulang tanpa diberikan perawatan. Dan terkadang, mereka tidak merasa cukup sakit untuk mencari perawatan, dan tetap tinggal di rumah. Mereka inilah yang kemudian menulari anggota keluarganya. Ini salah satu alasan kenapa penyebarannya menjadi luas. 

Sebuah studi menemukan bahwa lebih dari 50% pasien yang diteliti, yakni 121 pasien, di Tiongkok, mempunyai hasil CT Scan yang normal pada awal mereka sakit.  Begitu sakitnya mulai parah, CT Scan mulai menunjukan gambar seperti “pecahan kaca buram”, semacam selaput asap yang menutupi beberapa bagian paru-paru. Ini merupakan tanda-tanda infeksi. Selaput ini bisa tersebar di berbagai wilayah paru-paru, dan menebal di wilayah yang parah, sehingga muncul pola “tempelan acak” dalam hasil pemindaian.

Hasil CT scan pasien koronavirus ;searah jarum jam dari kiri atas, wanita usia 56 tahun, pria usia 44 tahun, pria usia 42 tahun dan seorang wanita usia 65 tahun.

Apakah hanya paru-paru yang terdampak?

Tidak juga. Infeksi bisa menyebar melalui membran mukus, dari hidung sampai ke anus. Jadi, walaupun sepertinya virus menyerang paru-paru, tetapi virus juga bisa menginfeksi saluran pencernaan. Inilah kenapa beberapa pasien menunjukan gejala pencernaan seperti diare atau sembelit. Virus ini juga bisa masuk ke dalam darah. Akan tetapi, walaupun ditemukan RNA dari virus ini dalam darah dan kotoran, belum dapat dijelaskan apakah virus akan dapat bertahan lama dalam darah ataupun kotoran.

Sum-sum tulang belakang dan organ tubuh lain, seperti hati bisa membengkak juga. Selain itu, bisa terjadi pembengkakan di pembuluh darah kapiler, seperti yang terjadi pada penyakit SARS di tahun 2002 dan 2003. 

Pada akhirnya, virus akan masuk ke organ tubuh seperti jantung, ginjal, hati dan bisa menyebabkan kerusakan langsung pada organ tubuh tersebut. Dan saat sistem imunitas tubuh tengah berperang keras melawan virus, organ-organ tubuh ini dapat mengalami kegagalan fungsi.

Hasilnya, pasien bisa mengalami kerusakan organ tubuh tidak hanya karena virus, tetapi juga karena sistem imunitas badan mereka menyerang sel-sel tubuh yang sehat saat peperangan berlangsung.

Ahli masih belum mendokumentasikan apakah virus juga menyerang otak. Tetapi ahli yang mempelajari SARS telah melaporkan beberapa bukti bahwa virus SARS bisa menginfeksi otak pada beberapa pasien. Melihat kesamaan antara SARS dan SARS-CoV-2, ada sebuah jurnal di Jurnal Kedokteran Virologi yang mengatakan bahwa virus baru ini mungkin bisa menyerang sistem syaraf.

Mengapa beberapa orang bisa sangat parah, tetapi kebanyakan yang lainnya tidak?

Sekitar 80% orang yang terinfeksi mengalami gejala yang cukup ringan. Tetapi 20% mengalami gejala yang serius, dan sekitar 2% psien di Tiongkok, meninggal dunia. Ini sepertinya tergantung seberapa kuatnya sistem imunitas orang yang terinfeksi tersebut. Lansia atau orang yang punya masalah kesehatan seperti diabetes atau penyakit kronis lainnya, kemungkinan besar akan mengalami gejala yang lebih berat.

Sebuah pengujian patologi dilakukan pada dua orang yang masuk RS di Wuhan pada bulan Januari untuk operasi kanker paru-paru mereka namun meninggal dunia. Saat dilakukan otopsi, ternyata mereka terinfeksi koronavirusi, karena kanker paru-paru yang mereka idap masih terlalu dini untuk berakibat fatal. Salah satu pasien adalah perempuan berusia 84 tahun yang mengidap diabetes, meninggal karena pnemonia yang disebabkan oleh virus ini. Pasien lainnya, laki-laki usia 73 tahun yang kelihatannya sehat, dengan kondisi darah tinggi, menjalani operasi pembuangan kankernya dengan sukses dan selesai berobat dari RS, namun 9 hari kemudian kembali karena demam dan batuk. Pasien ini kelihatannya terinfeksi koronavirus di rumah sakit, karena setelah itu ditemukan bahwa pasien lain yang ditaruh di ruang pemulihan operasi yang sama ternyata terinfeksi juga.. 

Pasien dengan kondisi parah seperti ini dapat sembuh hanya dengan perawatan dan dukungan yang intensif – cairan infus, dukungan alat pernafasan, dan perawatan lainnya, sehingga mereka bisa bertahan melalui gejala berat yang dialami saat imunitas tubuh berperang melawan koronavirus.

Apa yang masih belum diketahui oleh ilmuwan mengenai pasien terjangkit koronavirus?

Ada banyak! Walaupun penyakitnya mirip SARS dan memiliki elemen yang sama dengan influenza dan pneumonia, masih belum jelas bagaimana pola perkembangan penyakitnya.  Beberapa pasien bisa stabil selama seminggu, lalu tiba-tiba menjadi parah. Beberapa pasien terlihat sembuh, namun kemudian gejalanya muncul lagi. Biasanya yang mengalami kekambuhan ini adalah pasien yang jaringan paru-parunya rusak dan rentan akibat virus, lalu terkena bakteri di dalam badannya sendiri. Mereka biasanya meninggal karena infeksi bakteri, bukan virusnya. 
Ada beberapa kasus masih tetap menjadi misteri. Ada dua kasus di mana mereka terinfeksi, lalu membaik, namun tiba-tiba memburuk saat dirawat. Satu orang pasien malah terlihat membaik saat menerima perawatan oksigen di pagi hari, namun sorenya meninggal.