Lanjut ke konten

Cerita dari Filipina: Menjalani Karantina wilayah (lockdown) sebagai Diaspora

Sepulang dari Indonesia dan tiba kembali di Filipina, koresponden kami disambut dengan karantina wilayah (lockdown) oleh pemerintah setempat. Simak pengalamannya menjalani hal tersebut sebagai diaspora Indonesia di Manila.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Penulis: Diah Mustika (karyawati di perusahaan global payroll dan human resources di Metro Manila)

Saya sempat menghabiskan dua pekan di Indonesia, sebelum pada akhirnya kembali ke Filipina pada Minggu, 8 Maret 2020 lalu. Dua pekan itu, semuanya tampak baik-baik saja. Kehidupan berjalan normal. Saya masih bisa menemui beberapa teman saya sampai saya harus kembali ke Manila untuk bekerja. 

Keesokan paginya, saya masih berangkat seperti biasa ke kantor saya di Ortigas, Quezon City, bagian dari Metro Manila. Kehidupan juga masih berjalan normal hingga di sore hari, rekan-rekan Pinoy (sebutan untuk orang Filipina) di kantor lumayan panik karena pemerintah mengumumkan sudah 20 orang positif Covid-19 di Filipina. Malamnya, saya ingat betul ada penambahan kasus menjadi total 24 yang berujung dengan dikeluarkannya kebijakan Walang Pasok atau suspensi kelas (libur sekolah) untuk semua level pendidikan oleh pemerintah setempat. Jumlah ini lumayan mirip dengan Indonesia pada saat itu, meskipun ketika saya coba cek di media sosial, sepertinya pemerintah Indonesia masih belum ada pergerakan. 

Di hari ketiga saya berada di kantor, hawa kantor sudah mulai tidak enak karena situasi semakin memburuk. Jumlah pasien terus meningkat dan desas-desus Presiden Duterte akan memberlakukan lockdown atau mereka menyebutnya dengan karantina wilayah, semakin santer terdengar. Lalu sore itu, atasan mendekati saya dan mengatakan saya harus melakukan karantina mandiri karena saya baru kembali dari Indonesia. Sesuai arahan, keesokannya, saya bekerja dari rumah dan benar saja, hari itu, Kamis, 12 Maret 2020, Duterte mengumumkan lockdown atau karantina wilayah untuk ibukota Filipina – Metro Manila dimulai dari tanggal 15 Maret 2020 sampai sebulan ke depan. Pintu-pintu perbatasan Metro Manila dijaga oleh aparat. Hanya warga yang berkepentingan yang boleh masuk ke Metro Manila. Pekerja dari luar Metro Manila tentu masih boleh masuk asal membawa Kartu Identitas dan Surat Keterangan Bekerja dari kantor. Saya lumayan beruntung karena kantor saya meminta seluruh karyawan untuk bekerja dari rumah dan memperbolehkan membawa aset kantor seperti komputer, bagi yang tidak menggunakan laptop.

Menyoal karantina wilayah, perkembangan terakhir sampai tulisan ini dibuat, lockdown sudah diberlakukan se-pulau Luzon, tidak hanya di Metro Manila. Selain itu, sejak awal, pemerintah juga menginstruksikan mal-mal dan tempat hiburan untuk tutup serta pelarangan kumpul-kumpul massal. Supermarket, farmasi, bank, gerai-gerai makanan dan yang menjual kebutuhan pokok tentu masih buka. Pemerintah setempat juga mengeluarkan aturan-aturan untuk pelarangan menimbun dan anti pembelian akibat kepanikan (anti-hoarding and anti-panic buying) yang melimitasi jumlah pembelian bahan-bahan pokok. Sejauh ini, saya belum merasakan kesulitan dalam membeli makanan atau pun bahan pangan. Hanya saja, antrian tentu bisa mengular karena banyak toko mulai membatasi jumlah orang yang boleh masuk dalam satu waktu demi social distancing ini. 

Walaupun bekerja dari rumah, bukan berarti saya bisa keluar seenaknya saja. Pergerakan cukup dibatasi. Apalagi bagi yang tidak memiliki kendaraan pribadi karena transportasi umum tidak ada sama sekali. Pemerintah juga membatasi jam keluar hanya dari jam 5 pagi sampai 8 malam. Kondominium tempat saya tinggal pun menutup gerbang tepat saat jam 8 malam. Selain itu, akhir-akhir ini, setiap unit, rumah atau keluarga, diberi Kartu Karantina Mandiri (Home Quarantine Pass) dari Barangay (sebutan untuk kelurahan di Filipina) setempat. Hanya satu orang dari setiap unit, rumah atau keluarga yang diperbolehkan keluar dan harus memegang kartu ini. Itu pun diperbolehkan keluar hanya untuk kebutuhan-kebutuhan penting saja, seperti membeli makanan atau obat. Hal ini diperketat dengan adanya pos titik-titik pemeriksaan di banyak tempat. 

Karantina wilayah ini tentulah tidak mudah. Social distancing belum sepenuhnya efektif. Banyak hal juga dikorbankan, terutama sosial dan ekonomi. Namun, saya melihat Presiden Duterte cukup tegas, walikota-walikota jadi perpanjangan tangan pemerintah. Lalu, dari walikota, turun ke Barangay-Barangay. Sejauh ini, hampir setiap hari, ada saja pengumuman-pengumuman baru dari pemerintah pusat. Netizen Filipina juga sama bergejolaknya dengan netizen Indonesia. Kalau saya lihat di  media sosial , timbul banyak kekhawatiran untuk kelompok-kelompok rentan yang akan terdampak dengan kebijakan-kebijakan ini. Donasi-donasi terus bermunculan. Tunawisma-tunawisma diberi tempat sementara. Pemerintah mulai mendistribusikan bahan pangan terhadap warga yang membutuhkan. Beberapa walikota inisiatif memberi bantuan dana terhadap pekerja harian. Batas waktu tagihan-tagihan seperti listrik, air, pajak, dan lain-lain diundur. Bahkan, beberapa bank juga mengundur batas waktu pembayaran kartu kredit dan hutang-hutang. Beberapa perusahaan juga mengeluarkan gaji lebih awal. Beberapa di antaranya juga mengeluarkan bonus dan atau gaji ke-13 lebih awal. Di sini, saya tinggal sendiri dan lumayan jauh dari teman-teman Indonesia yang kebanyakan menetap di wilayah Makati atau Pasay. Saya tinggal di Pasig karena lumayan dekat dengan tempat saya bekerja. Namun, sejak Covid-19 ini, grup Telegram yang berisi orang-orang Indonesia di sini jadi ramai. Kami saling berkabar, memberi info, mengingatkan, dan menguatkan. Ketika kita jauh dari Indonesia, di saat wabah begini, ada baiknya tetap terhubung dengan teman-teman Indonesia di negara setempat. Saya ingat salah satu kawan di grup mengatakan, sebagai warga asing, yang terpenting untuk selalu ikuti dan patuhi arahan pemerintah di sini, stay safe and take care. Salamat po!