Lanjut ke konten

Apakah Penyemprotan Disinfektan Efektif Membunuh SARS-COV-2?

Beberapa hal yang harus diketahui tentang penyemprotan cairan disinfektan.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

“Pak, sebelum masuk gedung, lewat bilik disinfeksi dulu ya…”

“Mas ojol, boleh saya semprot dulu dengan disinfektan? Biar steril…”

Sejak Indonesia dilanda wabah COVID-19, banyak muncul disinfeksi di depan fasilitas umum, gedung perkantoran, atau bahkan rumah pribadi. Selain itu, juga mulai muncul praktek menyemprot cairan disinfektan ke pengemudi motor. Berikut hasil penelurusan kami akan praktek penyemprotan cairan disinfektan ke tubuh manusia dan pengunaan bilik disinfeksi berteknologi sinar ultraviolet (UV).

Apakah penyemprotan cairan disinfektan ke tubuh manusia efektif untuk membunuh virus SARS-CoV-2?

Untuk memastikan suatu cairan disinfektan efektif dalam membunuh virus, disinfektan tersebut harus tetap berada dalam bentuk cair pada permukaan benda mati selama jangka waktu yang ditentukan melalui percobaan ilmiah. Jangka waktu ini biasanya disebut sebagai waktu kontak. Menurut berbagai hasil penelitian yang dilansir oleh Badan Lingkungan Hidup Singapura (National Environment Agency) terhadap penggunaan cairan disinfektan terhadap virus corona, waktu kontak yang diperlukan berkisar dari 1 sampai 10 menit. 

Kita belum mengetahui waktu kontak efektif cairan disinfektan yang disemprotkan ke seluruh tubuh, baik melalui bilik disinfeksi maupun penyemprotan langsung, untuk membunuh virus SARS-CoV-2. 

Selain itu, masyarakat tidak mengetahui pasti bahan apa yang digunakan untuk membuat cairan disinfektan dan apakah cairan tersebut mengandung konsentrasi bahan kimia yang tepat. Menurut berbagai sumber, ada beberapa cairan yang digunakan sebagai disinfektan yang disemprotkan ke tubuh manusia. Antara lain larutan pemutih/natrium hipoklorit, klorin dioksida, etanol 70%, kloroksilenol, larutan garam terionisasi, benzalkonium klorida, hidrogen peroksida dan sebagainya. Bahkan cuka dan jeruk nipis pun telah digunakan dalam pembuatan cairan disinfektan, meskipun bahan-bahan ini tidak terbukti secara ilmiah dapat membunuh virus.

Dengan alasan diatas, kami menyimpulkan bahwa praktik ini berpotensi memberikan rasa aman yang salah kepada masyarakat bahwa mereka telah terlindungi dari virus SARS-CoV-2.

Selain efektivitas yang belum terbukti, adakah bahaya lain dari penyemprotan cairan disinfektan ke tubuh manusia?

Praktik penyemprotan cairan disinfektan ke tubuh manusia dapat menyebabkan efek samping yang buruk terhadap kesehatan.

  • WHO telah menyatakan bahwa penyemprotan cairan disinfektan ke seluruh tubuh dapat menyebabkan kerusakan selaput lendir seperti mata dan mulut.
  • Menghirup gas klorin dan klorin dioksida dapat mengakibatkan iritasi parah pada saluran pernafasan.
  • Penelanan dan penghirupan kloroksilenol, yang merupakan bahan aktif cairan antiseptik komersial, secara tidak sengaja dapat menyebabkan komplikasi kesehatan serius, bahkan kematian.
  • Benzalkonium klorida dapat menyebabkan iritasi mata.
  • Pengunaan cuka apel telah dilaporkan dapat menyebabkan iritasi kulit.

Selain itu, alkohol adalah bahan yang mudah terbakar, terutama ketika diaplikasikan sebagai uap dan digunakan dekat sumber api terbuka, seperti rokok.

Bagaimana dengan bilik disinfeksi yang menggunakan teknologi sinar ultraviolet (UV)?

WHO telah menyatakan bahwa sinar ultraviolet tidak boleh diarahkan langsung kepada tubuh manusia karena radiasi sinar UV dapat menyebabkan iritasi kulit dan merusak retina mata. 

Jadi apa yang harus saya lakukan? 

KawalCovid19.id telah menyiapkan berbagai panduan untuk menjaga kebersihan tubuh:

Referensi:

Sekolah Farmasi ITB. Tanggapan terhadap maraknya penggunaan disinfektan pada bilik disinfeksi untuk pencegahan COVID-19

European Medical Agency. Questions and answers on benzalkonium chloride used as an excipient in medicinal products for human use

Omisbahakhsh, N., & Sattar, S. A. (2006). Broad-spectrum microbicidal activity, toxicologic assessment, and materials compatibility of a new generation of accelerated hydrogen peroxide-based environmental surface disinfectant. American Journal of Infection Control, 34(5), 251-2571

Saknimit M, Inatsuki I, Sugiyama Y, Yagami K. (1988) Virucidal efficacy of physico-chemical treatments against coronaviruses and parvoviruses of laboratory animals. Jikken Dobutsu. 37:341-5; Tested against canine coronavirus

Dellanno, C., Vega, Q., & Boesenberg, D. (2009). The Antiviral action of common household disinfectants and antiseptics against murine hepatitis virus, a potential surrogate for SARS coronavirus. American Journal of Infection Control, 37(8), 649-652. doi:10.1016/j.ajic.2009.03.012

Sattar SA, Springthorpe VS, Karim Y, Loro P. (1989). Chemical disinfection of non-porous inanimate surfaces experimentally contaminated with four human pathogenic viruses. Epidemiol. Infect. 102:493-505; Tested against coronavirus 229E.

Lai, M. Y. Y., Cheng, P. K. C., & Lim, W. W. L. (2005). Survival of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus. Clinical Infectious Diseases, 41(7), e67-e71.

Feldstein S.,et. Al. Chemical Bum from Vinegar Following an Internet-based Protocol for Self-removal of Nevi

WHO. Coronavirus disease (COVID-19) advice for the public: Myth busters

Occupational Safety and Health Branch Labour Department Hong Kong. Chemical Safety in the Workplace

WHO. Protection Against Exposure to Ultraviolet Radiation