Penapisan COVID-19 bagi Petugas Pilkada
Tes antibodi saja tidak bisa diandalkan untuk mencegah penularan COVID-19 selama Pilkada. Artikel ini menjabarkan strategi pemilahan kelompok sesuai hasil tes PCR dan langkah selanjutnya yang perlu diambil.
Penulis: dr Tonang Dwi Ardyanto
(Spesialis patologi klinis, wakil direktur pelayanan medis RS UNS, pengurus PERSI)
Di sebuah kota, persiapan menghadapi Pilkada disertai dengan pemeriksaan rapid test antibodi terhadap seluruh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dua pekan sebelum hari pelaksanaan dan diulang beberapa hari menjelang pelaksanaan dengan tujuan untuk mencegah penularan COVID-19. Sayang sekali, ini salah kaprah.
Tujuan pemeriksaan tersebut tidak akan tercapai bila menggunakan tes antibodi. Risiko penularan hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan PCR. Bila hasil PCR masih positif, itu tandanya orang tersebut masih berpotensi menularkan COVID-19 (Bagan 1).
Bagan 1: Makna hasil tes antibodi dan PCR
Mengandalkan tes antibodi sebagai penapis memiliki dua risiko:
1) Orang dengan tes antibodi non-reaktif lolos tapi sebenarnya memiliki risiko menularkan karena sedang terinfeksi
2) Orang dengan tes antibodi reaktif tidak dapat bertugas padahal ia justru aman dari risiko menularkan
Lalu, apa artinya tes antibodi reaktif?
Tes antibodi reaktif artinya yang bersangkutan PERNAH terinfeksi dan diharapkan sudah terbentuk kekebalan pada orang tersebut.
Kapan terinfeksinya?
Tidak tahu. Ini hanya bisa dipastikan lewat pemeriksaan PCR. Bila masih positif, itu berarti infeksi belum lama terjadi
Tes antibodi reaktif, apakah pasti menular? Tes antibodi non-reaktif apakah pasti tidak menular?
Bisa menular, bisa tidak. Sekali lagi, hanya hasil PCR yang bisa dipastikan.
Wah, PCR kan keluar hasilnya lama? Biayanya juga harus dari kantong sendiri
Bila memang dirasa lama atau berat karena alasan biaya maupun sulit mencari tempat pemeriksaan PCR, lakukan tes swab antigen sebagai alternatif tes PCR.
Tes swab antigen juga menggunakan sampel swab, seperti PCR, dan proses pemeriksaan sama seperti tes antibodi. Hasilnya juga langsung diketahui. Ini bisa dikerjakan di lab atau pun di luar lab asal hati-hati dan menggunakan reagen yang sesuai. Tes swab antigen akan reaktif pada saat seseorang terinfeksi dan jumlah virusnya sedang tinggi. Bila jumlah virus tinggi, berarti itulah saat paling berisiko akan terjadinya penularan ke orang lain.
Biaya tes swab antigen sedikit lebih mahal dari tes rapid antibodi tapi lebih murah dari tes PCR. Meski tes swab antigen tidak bisa sepenuhnya menggantikan PCR, ini bisa digunakan dalam keadaan mendesak (misalnya, tidak sempat menunggu hasil PCR atau kapasitas PCR diutamakan untuk kasus-kasus lain yang bergejala, apalagi di tengah situasi kasus yang sedang melonjak tinggi seperti saat ini).
Bagan 2: Alur penapisan di daerah transmisi komunitas sulit akses PCR
Alur penapisan
- Pisahkan PPS yang pernah PCR positif pada tes sebelumnya dan kemudian sudah dinyatakan sembuh (sebut sebagai kelompok A).
- Lakukan tes antibodi pada kelompok A.
- Bila masih terdeteksi antibodi dengan kadar IgG di atas 10 mIU/ml, orang tersebut masih aman. Bila minimal strip test masih reaktif, ini juga aman. Orang tersebut tidak perlu tes PCR lagi dan bisa bertugas (status Hijau Peduli).
- Orang dalam kelompok A dengan tes rapid antibodi non-reaktif masuk ke kelompok B (seharusnya sedikit sekali karena hampir semua orang yang pernah PCR positif akan reaktif saat di-tes antibodi).
- Lakukan tes swab antigen pada kelompok B.
- Bila hasilnya reaktif, ini berarti kasus konfirmasi (status Merah Siaga). Lakukan isolasi sesuai pedoman dan pertimbangkan untuk tidak menugaskan orang tersebut pada hari Pilkada. Bila tes swab antigen non-reaktif, orang tersebut dalam posisi aman (tidak menular) dan bisa bertugas.
- PPS yang pada pemeriksaan sebelumnya mendapatkan hasil PCR negatif masuk kelompok C. Untuk kelompok ini, lakukan pemeriksaan simultan tes swab antigen dan tes rapid antibodi.
- Bila tes swab antigen reaktif, tetapkan status konfirmasi dan lakukan isolasi (status Merah Siaga). Pertimbangkan untuk tidak menugaskan orang tersebut.
- Bila tes swab antigen non-reaktif, lihat hasil tes antibodi.
- Tes swab antigen non-reaktif tapi tes rapid antibodi reaktif berarti masa puncak infeksi sudah terlewati. Bisa saja orang tersebut sudah lama terinfeksinya, dan kemungkinan terburuknya ia masuk fase akhir masa infeksi. Bila benar demikian, risiko penularan sudah minimal dan menuju bersih. Kekebalan mulai ada, dan tidak harus dites PCR. Orang ini dapat ditugaskan tanpa harus diulang pemeriksaannya. Namun, akan lebih baik lagi bila sempat diulang tes rapid antibodinya 7-14 hari setelah tes pertama. Bila tetap reaktif, ia aman untuk bertugas.
- Tes swab antigen dan tes rapid antibodi sama-sama non-reaktif berarti orang tersebut belum pernah terinfeksi dan dapat bertugas.
Bagan 3: Modifikasi tes penapis bagi PPPS Pilkada
Setelah pemeriksaan awal, yakni dua pekan sebelum hari-H, maka:
- Kelompok A dengan tes rapid antibodi reaktif tidak perlu mengulang tes dan bisa langsung ditugaskan.
- Kelompok B dengan tes swab antigen non-reaktif tidak perlu mengulang tes dan bisa langsung ditugaskan.
- Kelompok C dengan tes swab antigen non-reaktif dan tes rapid antibodi reaktif tidak perlu mengulang tes dan bisa langsung ditugaskan. Namun, bila sempat mengulang tes rapid antibodi, ini lebih baik.
- Kelompok C dengan tes swab antigen dan tes rapid antibodi sama-sama non-reaktif dapat ditugaskan. Pengulangan tes swab antigen sedekat mungkin dengan hari sebelum hari-H dilakukan hanya bila timbul gejala atau terjadi kontak erat.
Selain itu, dalam dua pekan terakhir sebelum hari-H, semua petugas harus selalu waspada dan menghindari kontak erat. Dengan langkah-langkah di atas, pencegahan risiko penularan COVID-19 dapat dicapai secara efisien, cepat, dan dengan biaya terjangkau. Apapun hasilnya, semua orang tetap harus menjalankan protokol kesehatan secara disiplin.