Lanjut ke konten

Panduan Menjaga Diri dan Orang Lain Bila Terlanjur Mudik

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Penulis: dr. Joko Mulyanto, M.Sc. (Kandidat PhD Department of Public Health, Amsterdam UMC, University of Amsterdam)

Perlu saya tegaskan di awal bahwa mudik sedapat mungkin harus dihindari untuk mengurangi risiko penyebaran COVID-19 agar tidak meluas. Namun, ada orang-orang yang mungkin harus pulang ke kampung halaman, baik dari luar kota maupun luar negeri. Dalam kasus saya, saya pulang ke Indonesia karena tugas belajar di Belanda sudah selesai. Sementara itu, keluarga saya berada di Indonesia. Butuh waktu cukup lama untuk menilai apakah keputusan pulang itu benar dan tidak membahayakan keluarga saya di Indonesia. Bagaimana pun, saya tidak tahu apakah saya sudah terinfeksi atau belum selama di Belanda. 

Setelah berkonsultasi dengan profesor saya dan beberapa dokter, saya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dengan merencanakan perjalanan saya seaman mungkin, baik bagi saya dan juga orang lain yang akan saya temui. Perjalanan mudik saya cukup panjang, yakni selama 14 jam dengan menggunakan penerbangan langsung dari Amsterdam ke Jakarta dan perjalanan kereta api selama 5 jam dari Jakarta ke sebuah kota kecil di Jawa Tengah bagian tenggara. Di antara kedua perjalanan tersebut pun saya masih harus menunggu sekitar 8 jam dari kedatangan pesawat saya di Jakarta (pagi hari) dan perjalanan kereta (sore hari). Untuk itu, saya perlu mempersiapkan perjalanan saya sebaik mungkin agar aman untuk saya dan orang-orang di sekitar saya.

1. Menjaga kesehatan diri sendiri sebelum berangkat

Yang pertama saya lakukan adalah menjaga kondisi fisik saya agar tetap bugar sebelum dan selama perjalanan. Jika saya sakit sebelum perjalanan, saya harus membatalkan perjalanan karena ini dapat membahayakan saya dan orang-orang di sekitar saya. 

2. Menghindari kontak dengan banyak orang selama perjalanan

Ada beberapa cara yang saya lakukan untuk mengurangi kemungkinan kontak fisik dengan orang lain.

Pertama, perjalanan saya dimulai dengan menggunakan angkutan taksi dari tempat saya tinggal di Amsterdam sampai dengan bandara Schiphol. Saya memilih taksi dibandingkan metro ataupun kereta karena saya merasa bahwa pilihan inilah yang paling aman untuk menghindari kontak dengan banyak orang walaupun ongkosnya cukup mahal. 

Kedua, ketika saya melakukan online check-in, saya memilih tempat duduk di bagian pesawat yang tidak padat penumpang. Untungnya, setelah boarding, kursi di sekitar tempat duduk saya kosong. Hal ini memberikan jarak yang cukup aman antarpenumpang. Meski demikian, selama perjalanan darat dan penerbangan, saya selalu mengenakan masker

Ketiga, setelah tiba di Jakarta, saya menggunakan angkutan taksi dari bandara Soekarno-Hatta ke stasiun Gambir. Di stasiun, saya beristirahat di hotel transit dan mengisolasi diri saya di dalam kamar sampai kereta berangkat di sore hari. Sama halnya saat naik pesawat, saya memilih tempat duduk di gerbong kereta yang sepi penumpang dan tetap mengenakan masker. 

Sesampainya di kota tempat saya tinggal, saya kembali menggunakan taksi dari stasiun kereta ke rumah saya. 

Hal yang tidak kalah penting adalah saya mencatat seluruh riwayat perjalanan saya sedetil mungkin, termasuk kontak dengan siapa saja selama perjalanan

3. Mengisolasi diri sesampainya di rumah

Begitu tiba di rumah, rumah saya sudah kosong. Saat saya masih di Belanda, saya memang sudah berdiskusi dengan istri sebelumnya bahwa untuk keamanan bersama, saya harus mengisolasi diri selama 14 hari seorang diri. Berhubung rumah kami kecil dan sulit menghindari kontak di dalam rumah, kami memutuskan bahwa istri dan anak saya untuk sementara tinggal di rumah kakak sampai saya selesai melakukan isolasi diri.

4. Mengabarkan pihak yang berwenang 

Keesokan harinya, saya melaporkan diri ke Ketua RT melalui WhatsApp untuk menginformasikan bahwa saya baru pulang dari Belanda dan akan melakukan isolasi diri. Saya juga melapor ke Dinas Kesehatan setempat melalui nomer hotline yang tersedia, yang kemudian diteruskan ke puskemas sesuai dengan wilayah saya tinggal. 

Esoknya, petugas puskesmas datang dan melakukan pemantauan awal. Pada hari-hari selanjutnya, puskesmas memantau tiap hari melalui WhatsApp. 

5. Mengecek dan menjaga kesehatan fisik dan mental selama masa isolasi diri

Selama melakukan isolasi diri, hal penting yang saya lakukan adalah mengecek suhu badan saya dua kali sehari (pagi dan sore), beristirahat dengan cukup, melakukan aktivitas fisik secukupnya, makan bergizi dan teratur, minum suplemen, minum air putih yang banyak, berjemur, dan berolahraga. 

Mengenai makan, istri saya mengantarkan makanan setiap pagi. Makanan untuk saya diletakan di dekat pagar rumah tanpa kontak langsung dengan istri. Jika saya ingin makanan tertentu, biasanya saya menggunakan jasa antar makanan dengan pembayaran secara elektronik sehingga saya tidak perlu kontak langsung dengan kurir pengantar makanan. 

Selain itu, untuk menjaga kesehatan mental, saya berusaha menyibukkan diri, membaca buku-buku ringan, menonton film, berkomunikasi dengan keluarga saya menggunakan video call. Saya juga tetap beribadah rutin di rumah. Saya mencoba membatasi konsumsi informasi tentang COVID-19 melalui media sosial, dan hanya mengakses pada waktu-waktu tertentu saja. Untuk kiat-kiat lebih rinci bagaimana mengisolasi diri di rumah, saya mengikuti protokol isolasi mandiri berikut https://kawalcovid19.id/content/463/protokol-isolasi-mandiri-home-quarantine.

Saat ini saya sudah menjalani isolasi diri selama 12 hari, dan kondisi saya sehat. Saya juga tetap menjaga komunikasi dengan profesor saya di Belanda untuk bertukar informasi tentang kondisi masing-masing. Kami juga membicarakan beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk sidang promosi doktoral saya di bulan Juni. Sampai saat ini, profesor saya selalu memberikan dukungan dan sangat membantu saya untuk tetap tenang dalam masa isolasi ini. 

Seperti yang saya katakan di awal, sedapat mungkin mudik dihindari karena risiko penyebaran virus yang tinggi. Sekiranya harus mudik, keputusan ini harus diambil dengan pikiran yang jernih dan mempertimbangkan bahwa manfaatnya lebih besar dari risiko. Jika perlu, mintalah pendapat dari orang-orang yang bisa menilai kondisi kita secara lebih objektif karena isu mudik ini cukup emosional dan bisa menimbulkan bias oleh diri kita sendiri. Ketika mudik sudah diputuskan, buat rencana mudik yang seaman mungkin, dokumentasikan perjalanan Anda dengan rinci, dan lakukan isolasi diri selama 14 hari sesuai dengan panduan. Dengan demikian, mudik yang dilakukan tidak  membahayakan orang-orang tercinta kita dan juga orang lain di sekitar kita.