Lanjut ke konten

Serial Data Virus Korona 2: Rasio Lacak – Isolasi (RLI) dan Korelasinya dengan Kematian Kumulatif

Serial data kedua ini merupakan kelanjutan dari serial data pertama yang memmbahas tentang rasio lacak-isolasi dan hubungannya dengan jumlah kematian

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Sambungan dari Bagian Pertama: Trace, Test, Treat (3T). Kemampuan tracing sebuah daerah ditentukan oleh seberapa baik Gugas dan Dinas Kesehatan Daerah itu melacak orang-orang yang:

  1. Kontak dengan pasien positif (dikategorikan sebagai orang tanpa gejala – OTG)
  2. Orang yang baru datang dari daerah yang terjangkit COVID-19 (dikategorikan OTG juga), dan 
  3. Orang yang bergejala COVID-19 (yang gejalanya ringan dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan – ODP, yang gejalanya sudah menunjukkan kesulitan bernapas dikategorikan sebagai PDP – Pasien Dalam Pengawasan

OTG dan ODP diwajibkan untuk melakukan isolasi, baik mandiri (di rumah) atau di lokasi terpisah, selama 14 hari. Sementara itu, PDP, yang sudah mengalami sesak napas, biasanya dirawat di RS darurat atau rujukan.

Di Indonesia, jumlah kontak erat dari pasien positif diwakili oleh jumlah OTG + ODP yang dilaporkan di suatu daerah. Perbandingan jumlah orang yang dilacak dan diisolasi terhadap jumlah kasus yang terkonfirmasi positif melalui tes PCR di daerah tersebut akan memberikan Rasio Lacak-Isolasi (RLI) dengan persamaan sebagai berikut: 

RLI =OTG + ODPTerkonfirmasi Positif Covid                                              (1)

Semakin tinggi angka RLI, semakin banyak jumlah OTG dan ODP yang terjaring melalui proses pelacakan kontak dan isolasi dibandingkan dengan jumlah kasus terkonfirmasi di daerah tersebut. 

Korelasi RLI dengan Angka Kematian COVID-19

Diagram 2.1. RLI terhadap Kematian Kumulatif Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia 

Sumber: Website COVID-19 provinsi (hingga 30 Mei 2020) yang dikompilasi Tim Data KawalCOVID19.id.

Pada Diagram 2.1, setiap titik biru merepresentasikan satu kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Titik-titik ini dipetakan menggunakan angka RLI kabupaten/kota tersebut terhadap Angka Kematian Kumulatif (AKK) kabupaten/kota yang bersangkutan. 

Sebagai contoh, kotak kuning berisi kabupaten/kota yang memiliki AKK di bawah 20 orang sampai akhir bulan Mei dan RLI di bawah 25, sedangkan kotak merah berisi kabupaten/kota yang memiliki AKK di bawah 50 orang dan RLI di bawah 10. 

Untuk titik-titik kabupaten/kota yang berada di sebelah kanan kotak kuning (dengan AKK > 20), tidak ada yang memiliki RLI di atas 25. Selanjutnya, untuk kabupaten/kota yang berada di sebelah kanan kotak merah (yaitu, AKK > 50), tidak ada yang memiliki RLI di atas 10.

Di sini terlihat jelas sekali rasio lacak dan isolasi yang rendah berkorelasi dengan tingkat kematian COVID-19 yang tinggi.  Tentu perlu diperhatikan bahwa semakin tinggi RLI, pengaruhnya terhadap AKK juga akan melemah. Kami menyarankan RLI di atas 25 sebagai target awal bagi tiap daerah untuk menekan angka kematian dan jumlah kasus positif.  Hal ini kami sarankan tidak hanya di tingkat kabupaten/kota, tapi juga tingkat yang lebih rendah.

Dengan pelacakan dan isolasi yang baik di tingkat puskesmas atau kecamatan, kami berharap penyebaran virus di komunitas yang didominasi oleh orang-orang usia produktif dengan mobilitas tinggi bisa ditekan sebelum menular ke penduduk senior yang lebih rentan. Bila ini tercapai, angka kematian secara tidak langsung akan ditekan. 

Jangan tunda mengisolasi kontak erat yang terlacak

Perlu dicatat juga bahwa bagian yang tidak terpisahkan dari tracing adalah tidak menunda isolasi sampai hasil tes PCR pada orang-orang OTG dan ODP positif. Jangan jadikan ketiadaan hasil tes positif sebagai alasan untuk tidak mengisolasi orang-orang yang kontak erat dengan pasien positif, mengingat adanya studi bahwa orang positif COVID-19 justru paling menular pada saat pra-simptomatis atau 1-3 hari sebelum gejalanya keluar. 

Isolasi tanpa menunggu hasil tes sudah dilakukan terhadap penumpang yang datang di beberapa bandara seperti, bandara Soekarno/Hatta, Ngurah Rai Bali, dan Padang Pariaman. Hal yang sama perlu dilakukan oleh tiap orang yang terlacak sebagai ODP dan OTG untuk mencegah penularan lebih lanjut walaupun tidak bergejala, 

Pelacakan retrospektif vs. prospektif

Memang tidak semua orang yang kontak erat dengan penderita COVID-19 akan tertular COVID-19. Selain penularan dari kontak erat, penularan COVID-19 juga dipercepat oleh adanya superspreader atau klaster besar seperti Gowa, Magetan, klub malam di Korsel, dan ziarah Qom di Iran. 

Direktur CDC Jepang juga mengutamakan pelacakan kasus di tempat-tempat berpotensi menjadi klaster dibandingkan pelacakan individual yang berkontak dekat dengan pasien positif COVID. Tempat -tempat di mana banyak orang berkumpul dan berdekatan dalam ruang tertutup menjadi prioritas pelacakan. Metode ini dinamai pelacakan prospektif.

Jepang, seperti kita ketahui, berhasil mengendalikan wabah tanpa melakukan testing massal sebanyak Korea Selatan tapi melakukan intervensi non-medis dengan baik, seperti pelacakan kontak dan keharusan memakai masker dan meningkatkan kebersihan diri.

Diagram 2.2. Retrospective and Prospective Tracing di Jepang. (Sumber) 

Mencari kontak erat dari pasien (prospective tracing) merupakan protokol yang digunakan untuk SARS dan umum dilakukan di Indonesia. 

Satu hal lain yang disarankan oleh CDC Jepang adalah untuk juga melakukan retrospective tracing (pelacakan retrospektif), yaitu mencari apakah lebih dari satu orang pasien positif pernah berada di satu lokasi yang sama dan mengkarantina semua orang yang pernah berada di satu lokasi dengan mereka pada saat yang sama. (Diagram 2.2)

Saran Tim Data KawalCOVID19.id:

  1. Rasio Lacak-Isolasi (RLI) dapat dipakai sebagai alat ukur performa (KPI) pada kabupaten/kota dan PKM karena ukurannya jelas dan sederhana. 
  2. Tiap daerah perlu memasang target untuk mencapai RLI minimal 25 orang per kasus positif. Semakin tinggi angka RLI, semakin baik karena semakin banyak orang terdeteksi dini sebelum terlambat ditolong sehingga menurunkan tingkat kematian akibat COVID-19. Pembaca sendiri bisa menghitung RLI daerah masing-masing dengan menggunakan rumus di atas (Jumlah ODP+OTG dibagi kasus positif kumulatif).
  3. ODP/OTG terlacak harus melakukan isolasi baik di rumah maupun di fasilitas terpisah sambil menunggu hasil tes PCR karena COVID-19 justru paling menular 1-3 hari sebelum munculnya gejala sakit. 
  4. Jika ada yang bergejala selama isolasi, status dialihkan jadi PDP untuk mendapatkan perawatan sebelum terlanjur parah. Ini juga akan mencegah pasien masuk RS dalam keadaan sudah terlambat untuk ditolong. 
  5. Bila pemerintah daerah/kabupaten/kota anda belum menyampaikan data jumlah OTG dan ODP, terus ingatkan mereka untuk membuka datanya dan melakukan tracing+isolasi dengan ketat karena korelasinya dengan angka kematian kuat. 

Revisi (3 Juli 2020): Mengingat korelasi ODP dengan pelacakan lebih kuat dibandingkan OTG serta rendahnya pengawasan isolasi OTG dibandingkan dengan ODP, Tim Data merevisi RLI menjadi rasio ODP saja (tanpa OTG) terhadap Pasien Terkonfirmasi Positif COVID-19. Di masa yang akan datang, kemungkinan untuk memasukkan sebagian kecil dari OTG untuk perhitungan RLI akan dipertimbangkan.

Bagaimana tim Data KawalCovid19.id mengukur potensi adanya transmisi di komunitas yang belum terdeteksi di suatu daerah? Baca Serial Data Virus Korona ke-3 Indeks Kewaspadaan